Siapa sebenarnya Syekh Maulana Maghribi itu? Berdasarkan salah satu
cerita atau babad sejarah Kerajaan Demak, Syekh Maulana Maghribi adalah
seorang pemeluk agama Islam dari Jazirah Arab. Beliau adalah penyebar
agama Islam yang memiliki ilmu sangat tinggi. Sebelum sampai di Demak,
beliau terlebih dahulu mengunjungi tanah Pasai (Sumatera). Sebuah
riwayat juga mengatakan bahwa Maulana Maghribi masih keturunan Nabi
Muhammad SAW dan masuk golongan waliullah di tanah Jawa.
Syekh
Maulana Maghribi mendarat di Jawa bersamaan dengan berdirinya Kerajaan
Demak. Beliau datang dengan tujuan untuk mengIslamkan orang Jawa.
Runtuhnya Kerajaan Majapahit (tonggak terakhir kerajaan Hindu di Jawa)
diganti dengan berdirinya Kerajaan Demak yang didukung oleh para wali
(orang takwa).
Sesudah pelaksanaan pemerintahan di Demak
berjalan baik dan rakyat mulai tenteram, para wali membagi tugas dan
wilayah penyebaran agama Islam. Tugas pertama Syekh Maulana Magribi di
daerah Blambangan, Jawa Timur. Beberapa saat setelah menetap di sana,
Syekh Maulana Maghribi menikah dengan putri Adipati Blambangan. Namun
pernikahan baru berjalan beberapa bulan, beliau diusir oleh Adipati
Blambangan karena terbukanya kedok bahwa Syekh Maulana ingin menyiarkan
agama Islam.
Setelah meninggalkan Blambangan, Syekh Maulana
Maghribi kemudian menuju Tuban. Di Kota tersebut, Syekh Maulana Maghribi
ke tempat sahabatnya yang sama-sama dari Pasai, satu saudara dengan
Sunan Bejagung dan Syekh Siti Jenar. Dari kota Tuban, Syekh Maulana
Maghribi kemudian melanjutkan pengembaraan syiar agamanya ke Mancingan.
Ketika menyebarkan Islam di Mancingan, Syekh Maulana sebenarnya sudah
memiliki putra lelaki bernama Jaka Tarub (atau Kidang Telangkas) dari
istri bernama Rasa Wulan, adik dari Sunan Kalijaga (R Sahid). Tatkala
ditinggal pergi ayahnya, Jaka Tarub masih bayi.
Saat
meninggalkan Blambangan, sesungguhnya istri Syekh Maulana Maghribi juga
tengah mengandung seorang putra yang kemudian bernama Jaka Samudra.
Belakangan hari Jaka Samudra juga menjadi waliullah di Giri, yang
bergelar Prabu Satmata atau Sunan Giri.
Sebelum Syekh Maulana
Magribi sampai Mancingan, di sana sudah menetap seorang pendeta Budha
yang pandai bernama Kyai Selaening. Kediaman pendeta tersebut di sebelah
timur Parangwedang. Tempat pemujaan pendeta dan para muridnya di candi
yang berdiri di atas Gunung Sentana. Mula-mula Syekh Maulana menyamar
sebagai murid Kyai Selaening. Dalam kehidupan keseharian, Syekh Maulana
kadang-kadang memperlihatkan kelebihannya pada masyarakat setempat. Lama
kelamaan Kyai Selaening mendengar kelebihan yang dimiliki Syekh Maulana
Maghribi. Akhirnya Kiai Selaening memanggil Syekh Maulana Maghribi dan
ditanya siapa sebenarnya dirinya.
Kesempatan itu dimanfaatkan
oleh Syekh Maulana Maghribi untuk menyampaikan kepada Kyai Selaening
tentang ilmu agama yang sebenarnya. Kedua orang tersebut kemudian saling
berdebat ilmu. Akan tetapi karena Kyai Selaening tidak mampu menandingi
ilmu Syekh Maulana, sejak saat itu Kiai Selaening ganti berguru kepada
Syekh Maulana. Kiai Selaening kemudian masuk agama Islam. Pada waktu
itu, di padepokan Kyai Selaening sudah ada dua orang putra pelarian dari
Kerajaan Majapait yang berlindung di sana yaitu Raden Dhandhun dan
Raden Dhandher. Keduanya anak dari Prabu Brawijaya V dari Majapait.
Karena Kyai Selaening masuk Islam, dua putra Raja Majapait itu juga
kemudian menjadi Islam. Kedua orang itu kemudian berganti nama menjadi
Syekh Bela-Belu dan Kyai Gagang (Dami) Aking.
Meski berhasil
mengislamkan Kiai Saleaning dan para muridnya, Syekh Maulana tidak
segera meninggal Mancingan. Di sana beliau tinggal selama beberapa
tahun, membangun padepokan dan mengajarkan agama Islam kepada warga
desa. Beliau tinggal di padepokan di atas Gunung Sentono dekat candi.
Candi tersebut sedikit demi sedikit dikurangi fungsinya sebagai tempat
pemujaan. Hingga meninggal, Kyai Selaening masih menetap di padepokan
sebelah timur Parangwedang. Sebelumnya beliau berpesan kepada anak
cucunya agar kuburannya jangan diistimekan. Baru tahun 1950-an makam
Kiai Selaening dipugar oleh kerabat dari Daengan . Kemudian pada tahun
1961 diperbaiki hingga lebih baik lagi oleh salah seorang pengusaha dari
kota.
Sesudah dianggap cukup menyampaikan syiar di sana, Syekh
Maulana meninggalkan Mancingan kemudian berpesan agar padepokannya
dihidup-hidupkan seperti halnya ketika orang-orang itu menjaga candi. Di
padepokan tersebut kemudian orang-orang membuat makam bernisan. Siapa
yang ingin meminta berkah Syekh Maulana cukup meminta di depan nisan
tersebut, seolah berhadapan langsung dengan beliau. Sesudah dari
Mancingan, Syekh Maulana Maghribi atau Syekh Maulana Malik Ibrahim
melanjutkan syiar agama Islam ke wilayah Jawa Timur. Setelah meninggal
jenazahnya dimakamkan di makam Gapura, wilayah Gresik.
Silsilah
Syekh Maulana Maghribi menurunkan raja-raja Mataram: --- Syekh Jumadil
Qubro (Persia Tanah Arab) --- Ny Tabirah --- Syekh Maulana Maghribi +
Dewi Rasa Wulan, putri Raden Temenggung Wilatikta Bupati Tuban
(diperistri Syekh Maulana) ---Jaka Tarub (memperistri Dewi Nawangwulan)
--- Nawangsih (memperistri Raden Bondhan Kejawan) --- Kiai Ageng Getas
Pendhawa --- Kiai Ageng Sela --- Kiai Ageng Anis/Henis --- Kiai Ageng
Pemanahan (Kiai Ageng Mataram) --- Kanjeng Panembahan Senapati ---
Kanjeng Susuhunan Seda Krapyak-Kanjeng Sultan Agung
Anyakrakusuma-Kanjeng Susuhunan Prabu Amangkurat (Seda
Tegalarum)-Kanjeng Susuhunan Paku Buwana I-Kanjeng Susuhunan Mangkurat
Jawi-raja-raja Keraton Surakarta, Yogyakarta, Pakualaman, dan
Mangkunegaran.
Kendati makam Syekh Maulana di Gunung Sentana
bukan tempat jenazah yang sebenarnya, tetapi setiap ada rombongan
peziarah Wali Sanga selalu memerlukan ziarah di makam Syekh Maulana
Parangtritis. Seperti halnya makam leluhur keraton lainnya, setiap bulan
Sya’ban, makam Syekh Maulana Maghribi juga menerima uang dan
perlengkapan pemberian dari Keraton Yogyakarta. Setiap tanggal 25
Sya’ban di makam ini diadakan upacra sadranan.
Sheikh Maulana Maghribi Who was it? Based
on a story or chronicle the history of the Kingdom of Demak, Sheikh
Maulana Maghribi was an adherent of the religion of Islam from the
Arabian Peninsula. He was the propagator of Islam, which has a very high science. Prior to the Demak, he first visited the land of Pasai (Sumatra). A history also says that Maulana Maghribi still descendants of the Prophet Muhammad and the incoming class of Waliullah in Java.Shaykh Maulana Maghribi landed in Java in conjunction with the establishment of the Kingdom of Demak. He came with a goal to Islamize the Javanese. The
collapse of the kingdom of Majapahit (milestone last Hindu kingdom in
Java) is replaced by the establishment of the Kingdom of Demak supported
by the trustees (the pious).After
the implementation of good governance in Demak run and the people began
to ease, the trustees divide the tasks and the spread of Islam. The first task in the Maghreb Sheikh Maulana Blambangan, East Java. Some time after settling there, Sheikh Maulana Maghribi was married to the daughter of the Duke of Blambangan. But
marriage has been running for several months, he was expelled by the
Duke Blambangan since the opening of a cover that Sheikh Maulana wanted
to broadcast the Islamic religion.After leaving Blambangan, Sheikh Maulana Maghribi then to Tuban. In
the city, Sheikh Maulana Maghribi to a friend who are both from Pasai,
one brother with Sunan Bejagung and Sheikh Siti Jenar. Of Tuban town, Sheikh Maulana Maghribi then went wandering religious symbols to Mancingan. When
the spread of Islam in Mancingan, Sheikh Maulana is already have a son
named Jake Tarub man (or roe Telangkas) of Rasa Wulan wife, sister of
the Sunan Kalijaga (R Sahid). When his father left to go, Jake Tarub infancy.On leaving Blambangan, actually the wife of Sheikh Maulana Maghribi also have a son who was later named Jake Ocean. Ocean in recent days Jaka also be Waliullah in Giri, who holds the King Satmata or Sunan Giri.Prior to Mancingan Sheikh Maulana Maghreb, there has lived a Buddhist priest named Kyai Selaening clever. The minister's residence on the east Parangwedang. Place of worship the pastor and his disciples in the temple that stood on the Mount Sentana. At first disguised as a disciple of Sheikh Maulana Kyai Selaening. In daily life, Sheikh Maulana sometimes shows its advantages in the local community. Eventually Kyai Selaening hear advantages of Sheikh Maulana Maghribi. Kiai finally Sheikh Maulana Maghribi Selaening called and asked who the real him.The opportunity was used by Sheikh Maulana Maghribi to convey to Kyai Selaening about the actual science of religion. Both men were then arguing the science. But
because Kyai Selaening not able to counter the Sheikh Maulana science,
since Kiai Selaening replace the Sheikh Maulana studied. Kiai Selaening later converted to Islam. At
that time, in the hermitage Kyai Selaening there were two sons of the
kingdom Majapait escape the refuge there is Dhandhun and Raden Raden
Dhandher. Both are children of the King of the UB V Majapait. Because Kyai Selaening to Islam, the two sons of King Majapait was also later became Islam. Both men were later renamed the Shaykh Bela-Belu and Kyai handle (Dami) aking.Although managed Islamize Saleaning Kiai and his students, Sheikh Maulana Mancingan not immediately die. There he lived for several years, building a hermitage and taught the Islamic religion to villagers. He lived in the hermitage on Mount Sentono near the temple. The temple was gradually reduced its function as a place of worship. To death, Kyai Selaening still living in east Parangwedang hermitage. Previously, he advised his children to his grave not diistimekan. The new tomb in the 1950s Kiai Selaening restored by relatives of Daengan. Then in 1961 improved to better by one of the businessmen of the city.After
considered quite convey the greatness there, Sheikh Maulana leave
Mancingan then ordered that padepokannya dihidup-turn as it does when
the men were keeping the temple. At the hero's mansion then the people who made the grave bernisan. Who wants to ask for blessings of Sheikh Maulana simply ask at the front of the tombstone, as if face to face with him. After
of Mancingan, Sheikh Maulana Maghribi or Sheikh Maulana Malik Ibrahim
continued greatness of Islam to the region of East Java. After he died his body was buried in the cemetery gate, the Gresik.Sheikh
Maulana Maghribi lower genealogy of the kings of Mataram: --- Sheikh
Jumadil Qubro (Persian Arab land) --- Ny --- Sheikh Maulana Maghribi
Tabirah + Goddess Rasa Wulan, daughter of Prince Regent Tomonggong
Wilatikta Tuban (diperistri Maulana Sheikh) - -Jake
Tarub (marry Dewi Nawangwulan) --- Nawangsih (marry Prince Bondhan
Kejawan) --- --- Pendhawa Getas Ageng Kiai Kiai Kiai Ageng Ageng Anis
Selah --- / --- Kiai Ageng Henis archery (Kiai Ageng Mataram) ---
Kanjeng Panembahan Senapati --- Kanjeng Susuhunan Krapyak Seda-Kanjeng
Sultan Agung Anyakrakusuma-Kanjeng Majesty King Amangkurat (Seda
Tegalarum)-His Majesty Kanjeng Paku Buwana I-Kanjeng Susuhunan Mangkurat
Jawi-palace of the kings of Surakarta, Yogyakarta, Pakualaman, and Mangkunegaran.Despite
the tomb of Sheikh Maulana at Mount Sentana is not the place of real
bodies, but every group of pilgrims Wali Sanga always require a
pilgrimage at the tomb of Sheikh Maulana Parangtritis. Like
the other royal ancestral graves, each month of Ramadhan, the tomb of
Sheikh Maulana Maghribi also receive a gift of money and supplies from
the Sultan Palace. Every 25th of Sha'ban in the tomb is held upacra sadranan.
0 comments:
Post a Comment