Get Gifs at CodemySpace.com
funny gifsPerkuat dirimu dengan ikhtiar dan amal Teguhlah dalam sikap tak mementingkan dunia Namun jangan jadikan pengetahuan rohani sebagai tujuan Renungi dalam-dalam dirimu agar niatmu terkabul Kau adalah pancaran kebenaran ilahi Jalan terbaik ialah tidak mamandang selain Dia.

Monday 29 October 2012

jalan panjang yang berliku.


Jalan panjang yang berliku ..
Jalan lusuh yang berbatu ..
Namun kuharus mampu menempuh ..
Bersama beban di Bathinku ..
Bait yang melegenda ...
Memicu semangat ketika harapan terlihat rapuh ..

Sunday 28 October 2012

iwan fals annisa

Lagu ini seharusnya ada di album Iwan Fals “Aku Sayang Kamu” rilis 1986. Mungkin karena liriknya yang terlalu keras maka pihak MUSICA (label Iwan Fals saat itu) tidak berani dan batal menampilkan lagu tersebut. Coba cek dicover album tersebut pada bagian penata musik ada kata Anissa. Nampaknya lagu ini sudah siap dimasukkan kedalam album namun mendadak dianulir.

Iwan Fals - Oh.. Indonesia (suksesi) 1992

iwan fals memang cerdas bang iwan sudah tahu dari dulu kalo soeharto itu cuma boneka amerika yang dikontrol untuk menghancurkan masa depan bangsa indonesia.. 

Sebentar lagi PEMILU
Orang - orang masuk ke kotak suara
Untuk mencari pemimpin baru
Untuk mendapatkan gairah baru

Sebentar lagi PEMILU
Sedangkan aku masih ragu
Untuk mencoblos salah Satu
Karena penguasaha menginginkan
Status Quo..

Belum PEMILU
Orang - orang sudah pada ribut
Politisi, polisi dan tentara kalang kabut
Penguasa, pengusaha dan penguasaha pasang kuda - kuda
Sementara gossip yang beredar
Soeharto adalah bos mafia

Gerombolan mahasiswa, penganggur dan buruh menjadi massa
Bergelombang -- gelombang menginginkan perubahan
Para cendikiawan memuntahkan peluru dari mulutnya
Sementara aku dan istriku hampir setiap hari bersenggama

Empat periode Soeharto jadi presiden
Lebih hebat dari Marcos menyaingi Fidel Castro
Orang ingin presiden ganti
Tapi orang juga mau Soeharto terus
Orang sudah bosan tapi orang juga bingung cari pengganti

Lantas aku berpikir kalo Soeharto mati
Apa jadinya REPUBLIK atau KERAJAAN ini
Pasti orang berkelahi untuk menjadi pengganti
Lebih baik Soeharto dijadikan mummi dan didudukan di kursi

Oh Indonesia dalam pembangunan ekonomi
Oh Indonesia tanah air para family
Sementara banyak rakyatnya menjadi kuli di negeri sendiri

Oh Indonesia dalam pembangunan keadilan
Oh Indonesia tanah air para hartawan
Sementara banyak rakyatnya menjadi korban anjing piaraan

Oh Indonesia dalam pembangunan kerohanian
Oh Indonesia tanah air para koruptor
Sementara banyak rakyatnya hidup di tempat yang kotor

Oh Indonesia dalam pembangunan keamanan
Oh Indonesia tanah air para jagoan
Sementara banyak rakyatnya dirampok, diperkosa dan disingkirkan

Oh Indonesia dalam pembangunan pendidikan
Oh Indonesia tanah air para penjiplak
Sementara banyak rakyatnya dicekoki tukang tipu di Televisi

Sunday 14 October 2012

Iwan Fals Alasan

Tahukah kau kawan
Arisan singkatan
Aku rindu sama Anton
Arisan singkatan
Aku rindu sama Anton
Rapat kerja singkatan
Rapat empat mata
Kerumah Jamilah, Jaitun,
janda muda
Salam Oi

Avenged Sevenfold - Seize The Day [Official Music Video]

Rebut hari ini atau mati menyesali waktu Anda hilang
Ini kosong dan dingin tanpa kau di sini, terlalu banyak orang sakit di atas

Saya melihat visi saya terbakar, saya merasa kenangan saya memudar dengan waktu
Tapi aku terlalu muda untuk khawatir
Jalan-jalan kita bepergian pada masa lalu akan menjalani yang sama kami yang hilang

Saya menemukan Anda di sini, sekarang silahkan hanya tinggal untuk sementara waktu
Aku dapat melanjutkan dengan Anda sekitar
Aku tangan Anda kehidupan fana saya, tapi akan itu selamanya?
Saya akan melakukan apa pun untuk tersenyum, memegang Anda 'til waktu kita dilakukan
Kita berdua tahu hari itu akan datang, tapi saya tidak ingin meninggalkan Anda

Saya melihat visi saya terbakar, saya merasa kenangan saya memudar dengan waktu
Tapi aku terlalu muda untuk khawatir (melodi, memori, atau hanya satu gambar)

Rebut hari ini atau mati menyesali waktu Anda hilang
Ini kosong dan dingin tanpa kau di sini, terlalu banyak orang sakit di atas

Kehidupan baru lahir menggantikan kita semua, mengubah dongeng ini kita hidup di
Tidak lagi dibutuhkan di sini sehingga mana kita pergi?
Apakah Anda mengambil perjalanan malam ini, ikuti saya melewati dinding kematian?
Tapi gadis, bagaimana jika tidak ada hidup yang kekal?

Saya melihat visi saya terbakar, saya merasa kenangan saya memudar dengan waktu
Tapi aku terlalu muda untuk khawatir (melodi, memori, atau hanya satu gambar)

Rebut hari ini atau mati menyesali waktu Anda hilang
Ini kosong dan dingin tanpa kau di sini, terlalu banyak orang sakit di atas

Ujian dalam hidup, pertanyaan-pertanyaan dari kami yang ada di sini, tidak mau mati sendirian tanpa Anda di sini
Tolong beritahu saya apa yang kita miliki adalah nyata

Jadi, bagaimana jika aku tidak pernah memelukmu, yeah, atau mencium bibir Anda lagi?
Woooaaah, jadi saya tidak pernah ingin meninggalkan Anda dan kenangan dari kita untuk melihat
Saya mohon jangan tinggalkan aku

Rebut hari ini atau mati menyesali waktu Anda hilang
Ini kosong dan dingin tanpa kau di sini, terlalu banyak orang sakit di atas

Ujian dalam hidup, pertanyaan-pertanyaan dari kami yang ada di sini, tidak mau mati sendirian tanpa Anda di sini
Tolong beritahu saya apa yang kita miliki adalah nyata

Diam kamu kehilangan aku, tidak ada kesempatan untuk satu hari lagi [x2 kemudian berlanjut di latar belakang]
Aku berdiri di sini sendirian
Jatuh jauh dari Anda, tidak ada kesempatan untuk kembali pulang
Aku berdiri di sini sendirian
Jatuh jauh dari Anda, tidak ada kesempatan untuk kembali pulang

Friday 31 August 2012

Kanjeng Nabi Khidir

Kanjeng Nabi Khidir berhenti sejenak, lalu berkata “matahari berbeda dengan bulan, perbedaannya terdapat pada cahaya yang dipancarkannya. Sudahkah hidayah iman terasa dalam dirimu? Tauhid adalah pengetahuan penting untuk menyembah pada Allah, juga makrifat harus kita miliki untuk mengetahui kejelasan yang terlihat, ya ru’yat (melihat dengan mata telanjang) sebagai saksi adanya yang terlihat dengan nyata. Maka dari itu kita dalami sifat dari Allah, sifat Allah yang sesungguhnya, Yang Asli, asli dari Allah. Sesungguhnya Allah itu, allah yang hidup. Segala afalnya (perbuatanya) adalah bersal dari Allah. Itulah yang demaksud dengan ru’yati. Kalau hidupmu senantiasa kamu gunakan ru’yat, maka itu namanya khairat (kebajikan hidup). Makrifat itu hanya ada di dunia. Jauhar awal khairat (mutiara awal kebajikan hidup), sudah berhasil kau dapatkan. Untuk itu secara tidak langsung sudah kamu sudah mendapatkan pengawasan kamil (penglihatan yang sempurna). Insan Kamil (manusia yang sempurna) berasal dari Dzatullah (Dzatnya Allah). Sesungguhnya ketentuan ghaib yang tersurat, adalah kehendak Dzat yang sebenarnya. Sifat Allah berasal dari Dzat Allah. Dinamakan Insan Kamil kalau mengetahui keberadaan Allah itu. Bilamana tidak tertulis namamu, di dalam nuked ghaib insan kamil, itu bukan berarti tidak tersurat. Ya, itulah yang dinamakan puji budi (usaha yang terpuji). Berusaha memperbaiki hidup, akan menjadikan kehidupan nyawamu semakin baik. Serta badannya, akan disebut badan Muhammad, yang mendapat kesempurnaan hidup”.
Syekh Malaya berkata lemah lembut, “mengapa sampai ada orang mati yang dimasukkan neraka? Mohon penjelasan yang sebenarnya”.
Kanjeng Nabi Khidir berkata dengan tersemyum manis, “Wahai Malaya! Maksudnya begini. Neraka jasmani juga berada di dalam dirimu sendiri, dan yang diperuntukkan bagi siapa saya yang belum mengenal dan meniru laku Nabiyullah. Hanya ruh yang tidak mati. Hidupnya ruh jasmani itu sama dengan sifat hewan, maka akan dimasukkan ke dalam neraka. Juga yang mengikuti bujuk rayu iblis, atau yang mengikuti nafsu yang merajalela seenaknya tanpa terkendali, tidak mengikuti petunjuk Gusti Allah SWT. Mengandalkan ilmu saja, tanpa memperdulikan sesama manusia keturunan Nabi Adam, itu disebut iman tadlot. Ketahuilah bahwa umat manusia itu termasuk badan jasmanimu. Pengetahuan tanpa guru itu, ibarat orang menyembah tanpa mengetahui yang disembah. Dapat menjadi kafir tanpa diketahui, karena yang disembah kayu dan batu, tidak mengerti apa hukumnya, itulah kafir yang bakal masuk neraka jahanam.
Adapun yang dimaksudkan Rud Idhafi adalah sesuatu yang kelak tetap kekal sampai akhir nanti kiamat dan tetap berbentuk ruh yang berasal dari ruh Allah. Yang dimaksud dengan cahaya adalah yang memancar terang serta tidak berwarna, yang senantiasa meserangi hati penuh kewaspadaan yang selalu mawas diri atau introspeksi mencari kekurangan diri sendiri serta mempersiapkan akhir kematian nanti. Merasa sebagai anak Adam yang harus mempertanggungjawabkan segala perbuatan. Ruh Idhafi seudah ada sebelum tercipta. Syirik itu dapat terjadi, tergantung saat menerima sesuatu yang ada, itulah yang disebut Jauhar Ning. keenamnya jauhar awal. Jauhar awal adalah mutiara ibaratnya. Mutiara yang indah penghias raga agra nampak menarik. Mutiara akan tampak indah menawan. Bermula dari ibarat ketujuh, dikala mendengarkan sabda Allah, maka Ruh Idhafi akan menyesuaikan, yang terdapat di dalam Dzat Allah Yang Mutlak. Ruh serba psrah kepada Dzatullah, itullah yang dimaksudkan Ruh Idhafi. Jauhar awal itu pula, yang menimbulkan Shalat Daim. Shalat Daim tidak perlu mengunakan air wudhu, untuk membersihkan khadas tidak disyaratkan. Itulah shalat batin yang sebenarnya, diperbolehkan makan tidur syahwat maupun buang kotoran. Demikianlah tadi cara shalat Daim. Perbuatan itu termasuk hal terpuji, yang sekaligus merupakan perwujudan syukur kepada Allah. Jauhar tadi bersatu padu menghilangkan sesuatu yang menutupi atau mempersulit mengetahui keberadaan Allah Yang Terpilih. Adanya itu menujukkan adanya Allah, yang mustahil kalau tidak berwujud sebelumnya.
Kehidupan itu seperti layar dengan wayangnya, sedang wayang itu tidak tahu warna dirinya. Akibat junub sudah bersatu erat tetap bersih badan jisimmu. Adapun Muhammad badan Allah. Nama Muhammad tidak pernah pisah dengan nama Allah. Bukakah hidayah itu perlu diyakini? Sebagai pengganti Allah? Dapat pula disebut utusan Allah. Nabi Muhammad juga termasuk badan mukmin atau orang yang beriman. Ruh mukmin identik pula dengan Ruh Idhafi dalam keyakinanmu. Disebut iman maksum, kalau sudah mendapat ketetapan sebagai panutan jati. Bukankah demikian itu pengetahuanmu? Kalau tidak hidup begitu, berarti itu sama dengan hewan yang tidak tahu adanya sesuatu di masa yang telah lewat. Kelak, karena tidak mengetahui ke-Islaman, maka matinya tersesat, kufur serta kafir badannya. Namun bagi yang telah mendapatkan pelajaran ini, segala permasalahan dipahamilebih seksama baru dikerjakan, Allah itu tidak berjumlah tiga. Yang menjadi suri tauladan adalah Nabi Muhammad. Bukankah sebenarnya orang kufur itu, mengingkari empat masalah prinsip. Di antaranya bingung karena tiada pedoman manusia yang dapat diteladani. Kekafiran mendekatkan pada kufur kafir. Fakhir dekat dengan kafir. Sebabnya karena kafir itu, buta dan tuli tidak mengerti tentang surga dan neraka. Fakhir tidak akan mendekatkan pada Tuhan. Tidak mungkin terwujud pendekatan ini, tidak menyembah dan memuji, karena kekafirannya. Seperti itulah kalau fakhir terhadap Dzatullah. Dan sesungguhnya Gusti Allah, mematikan kefakhiran manusia, kepastianny ada di tanga Allah semata-mata. Adapun wujud Dzatullah itu, tidak ada stu makhluk pun yang mengetahui kecuali Allah sendiri. Ruh Idhafi menimbulkan iman. Ruh Idhafi berasal dari Allah Yang Maha Esa, itulah yang disebut iman tauhid. Meyakini adanya Allah juga adanya Muhammad sebagai Rasulullah. Tauhid hidayah yang sudah ada padamu, menyatu dengan Tuhan Yang Terpilih. Menyatu dengan Gusti Allah, baik di dunia maupun di akhirat. Dan kamu harus menyatu bahwa Gusti Allah itu ada dalam dirimu. Ruh Idhafi ada di dalam dirimu. Makrifat itu sebutannya. Hidupnya disebut Syahadat, hidup tunggal didalam hidup. Sujud rukuk sebagai penghiasnya. Rukuk berarti dekat dengan Tuhan Pilihan. Penderitaan yang selalu menyertai menjelang ajal tidak akan terjadi padamu, jangan takut menghadapi sakaratil maut. Jangan ikut-ikutan takut menjelang pertemuanmu dengan Allah. Perasaan takut itulah yang disebut dengan sekarat.
Ruh Idhafi tidak akan mati. Hidup mati, mati hidup. Akuilah sedalam-dalamnya bahwa keberadaanmu itu, terjadi karena Allah itu hidup dan menghidupi dirimu, dan menghidupi segala yang hidup. Sastra Alif (huruf alif) harus dimintakan penjelasannya pada guru. Jabar jer-nya pun harus berani susah payah mendalaminya. Terlebih lagi poengetahuan tentang kafir dan syirik! Sesungguhnya semua itu, tidak dapat dijelaskan dengan tepat maksud sesungguhnya. Orang yang menjelaskan syariat itu berarti sudah mendapatkan anugrah sifat Gusti Allah. Sebagai sarana pengabdian hamba kepada Gusti Allah. Yang menjalankan shalat sesungguhnya raga. Raga yang shalat itu terdorong oleh adanya iman yang hidup pada diri orang yang menjalankannya. Seandainya nyawa tidak hidup, maka Lam Tamsyur (maka tidak akan menolong) semua perbuatan yang dijalankan. Secara yang tersurat, shalat itu adalah perbuatan dan kehendak orang yang menjalankan, namun sebenarnya Allah-lah yang berkehendak atas hambanya. Itulah hakikat dari Tuhan penciptanya. Ruh Idhafi berada di tangan orang mukmin. Semua ruh berada di tangan-Nya. Yaitu terdapat pada Ruh Idhafi. Ruh Idhafi adalah sifat jamal (sifat yang bagus atau indah) keindahan yang berasal Dzatullah. Ruh Idhafi nama sebuah tingkatan (maqom), yang tersimpan pada diri utusan Allah (Rasulullah). Syarat jisim lathif (jasad halus0 itu, harus tetap hidup dan tidak boleh mati.
Cahayanya berasal dari ruh itu, yang terus menerus meliputi jasad. Yang mengisayaratkan sifat jalal (sifat yang perkasa) dan sekaligus mengisyaratkat adanya sifat jamal (sifat keindahan). Jauhar awal mayit (mutiara awal kematian) itu, memberi isyarat hilangnya diri ini. Setelah semua menemui kematian di dunia, maka akan berganti hidup di akherat. Kurang lebih tiga hari perubahan hidup itu pasti terjadi. Asal mula manusia terlahir, dari adanya Ayah, Ibu serta Tuhan Yang Maha Pencipta. Satu kelahiran berasal dari tiga asal lahir. Ya, itulah isyarat dari tiga hari. Setelah dititipkan selama tujuh hari, maka dikembalikan kepada yang meninipkan (yang memberi amanat). Titipan itu harus seperti sedia kala. Bukankah tauhid itu sebagai srana untuk makrifat? Titipan yang ketiga puluh hari, itu juga termasuk juga titipan, yang ada hanya kemiripan dengan yang tujuh hari. Kalau menangis mengeluarkan air mata karena menyesali sewaktu masih hidup. Seperti teringat semasa kehidupan itu berasal dari Nur. Yang mana cahayanya mewujudkan dirimu. Hal itulah yang menimbulkan kesedihan dan penyesalan yang berkepanjangan. Tak terkecuali siapun yang merasakan itu semua, sebagaimana kamu mati, saya merasa kehilangan.
Mati atau hilang bertepatan hari kematian yang keempat puluh hari. Bagaimanakah yang lebih tepat untuk melukiskan persamaan sesama makhluk hidup secara keseluruhannya? Allah dan Muhammad semuannya berjumlah satu. Seratuspun dapat dilukiskan seperti satu bentuk, seperti diibaratkan dengan adanya cahaya yang bersember dari cahaya Muhammad yang sesungguhnya. Sama hal pada saat kamu memohon sesuatu. Ruh jasad hilang di dalamnya, kehadirat Tuhan Yang Maha Pemberi. Tepat pada hari keseribu, tidak ada yang tertinggal. Kembalinya pada allah sudah dalam keaadaan yang sempurna. Sempurna seperti mula pertama dalam keadaan yang sempurna. Sempurna seperti mula pertama diciptakan”.
Syekh Malaya terang hatinya, mendengarkan pelajaran yang baru diterima dari gurunya Syekh Mahyuningrat Kanjeng Nabi Khidir. Syekh Malaya senang hatinya sehingga beliu belum mau keluar dari dalam tubuh Kanjeng Nabi Khidir. Syekh Malaya menghaturkan sembah, sambil berkata manis seperti gula madu. “Kalau begitu hamba tidak mau keluar dari raga dalam tuan. Lebih nyaman di sini saja yang bebas dari sengsara derita, tiada selera makan tidur, tidak merasa ngantuk dan lapar, tidak harus bersusah payah dan bebas dari rasa pegal dan nyeri. Yang terasa hanyalah rasa nikmat dan manfaat”. Kanjeng Nabi Khidir memperingatkan, “yang demikian tidak boleh kalau tanpa kematian”.
Kanjeng Nabi Khidir semakin iba kepada pemohon yang meruntuhkan hatinya. Kata Kanjeng nabi Khidir, “kalau begitu yang awas sajalah terhadap hambatan upaya. Jangan sampai kau kembali. Memohonlah yang benar dan waspada. Anggaplah kalau sudah kau kuasai, jangan hanya digunakan dengan dasar bila ingat saja, karena hal itu sebagai rahasia Allah. Tidak diperkenankan mengobrol kepada sesama manusia, kalau tanpa seizin-Nya! Sekiranya akan ada yang mempersolakan, memperbincangkan masalah ini! Jangan sampai terlanjur! Jangan sampai membanggakan diri! Jangan peduli terhadap gangguan, cobaan hidup! Tapi justru terimalah dengan sabar! Cobaan hidup yang menuju kematian, ditimbulkan akibat buah pikir. Bentuk yang sebenarnya ialah tersimpan rapat di dalam jagadmu! Hidup tanpa ada yang menghidupi kecuali Allah saja. Tiada antara lamanya tentang adanya itu. Bukankah sudah berada di tubuh? Sungguh, bersama lainnya selalu ada dengan kau! Tak mungkin terpisahkan! Kemudian tidak pernah memberitahunakan darimana asalnya dulu. Yang menyatu dalam gerak perputaran bawana. Bukankah berita sebenarnya sudah ada padamu? Cara mendengarnya adalah denga ruh sejati, tidak menggunakan telinga. Cara melatihnya, juga tanpa dengan mata. Adpun telingannya, matanya yang diberikan oleh allah. Ada padamu itu. Secara batinnya ada pada sukma itu sendiri. Memang demikianlah penerapannya. Ibarat seperti batang pohon yang dibakar, pasti ada asap apinya, menyatu dengan batang pohonnya. Ibarat air dengan alunnya. Seperti minyak dengan susu, tubuhnya dikuasai gerak dan kata hati. Demikian pun dengan Hyang Sukma, sekiranya kita mengetahui wajah hamba Tuhan dan sukma yang kita kehendaki ada, diberitahu akan tempatnya seperti wayang ragamu itu. Karena datanglah segala gerak wayang. Sedangkan panggungnya jagd. Bentuk wayang adalah sebagai bentuk badan atau raga. Bergerak bila digerakkan. Segala-galanya tanpa kelihatan jelas, perbuatan dengan ucapan. Yang berhak menentukan semuanya, tidak tampak wajahnya. Kehendak justru tanpa wujud dalam bentuknya. Karena sudah ada pada dirimu. Permisalan yang jelas ketika berhias.
Yang berkaca itu Hyang Sukma, adapun bayangan dalam kaca itu ialah dia yang bernama manusia sesungguhnya, terbentuk di dalam kaca. Lebih besar lagi pengetahuan tentang kematian ini dibandingkan dengan kesirnaan jagad raya, karena lebih lembutseperti lembunya air. Bukankah lebih lembut kematian manusia ini? Artinya lembut kesirnaan manusia? Artinya lebih dari, karena menentukan segalanya. Sekali lagi artinya lembut ialah sangat kecilnya. Dapat mengenai yang kasar dan yang kecil. Mencakup semua yang merangkak, melata tiada bedanya, benar-benar serba lebih. Lebih pula dalam menerima perintah dan tidak boleh mengandalkan pada ajaran dan pengetahuan. Karena itu bersungguh-sungguhlah menguasainya. Pahamilah liku-liku solah tingkah kehidupan manusia! Ajaran itu sebagai ibarat benih sedangkan yang diajari ibarat lahan.
Misal kacang dan kedelai. Yang disebar di atas batu. Kalau batunya tanpa tanah pada saat kehujanan dan kepanasan, pasti tidak tidak akan tumbuh. Tapi bila kau bijaksana, melihatmu musnahkanlah pada matamu! Jadikanlah penglihatanmu sukma dan rasa. Demikian pula wujudmu, suaramu. Serahkan kembali kepada yang Empunya suara! Justru kau hanya mengakui saja sebagai pemiliknya. Sebenarnya hanya mengatasnamai saja. Maka dari itu kau jangan memiliki kebiasaan yang menyimpang, kecuali hanya kepada Hyang Agung. Dengan demikian kau Hangraga Sukma. Yaitu kata hatimu sudah bulat menyatu dengan kawula Gusti. Bicarakanlah manurut pendapatmu! Bila pendapatmu benar-benar meyakinkan, bila masih merasakan sakit dan was-was, berarti kejangkitan bimbang yang sebenarnya. Bila sudah menyatu dalam satu wujud. Apa kata hatimu dan apa yang kau rasakan. Apa yang kau pikir terwujud ada. Yang kau cita-citakan tercapai. Berarti sudah benar untukmu. Sebagai upah atas kesanggupanmu sebagai khalifah di dunia. Bila sudah memahami dan menguasai amalan dan ilmu ini, hendaknya semakin cermat dan teliti atas berbagai masalah.
Masalah itu satu tempat dengan pengaruhnya. Sebagai ibaratnya sekejap pun tak boleh lupa. Lahiriah kau landasilah dengan pengetahuan empat hal. Semuanya tanggapilah secara sama. Sedangkan kelimanya adalah dapat tersimpan dengan baik, berguna dimana saja! Artinya mati di dalam hidup. Atau sama dengan hidup di dalam mati. Ialah hidup abadi. Yang mati itu nafsunya. Lahiriah badan yang menjalani mati. Tertimpa pada jasad yang sebenarnya. Kenyataannya satu wujud. Raga sukma, sukma muksa. Jelasnya mengalami kematian! Syekh Malaya, terimalah hal ini sebagai ajaranku dengan senang hatimu! Anugrah berupa wahyu akan datang kepadamu. Seperti bulan yang diterangi cahaya temaram. Bukankah turnya wahyu meninggalkan kotoran? Bersih bening, hilang kotorannya”.
Kemudian Kanjeng Nabi Khidir berkata dengan lembut dan tersenyum. “Tak ada yang dituju, semua sudah tercakup haknya. Tidak ada yang diharapkan dengan keprawiraan, kesaktian semuanya sudah berlalu. Toh semuanya itu alat peperangan”. Habislah sudah wejangan Kanjeng Nabi Khidir. Syekh Malaya merasa sungkan sekali di dalam hati. Mawas diri ke dalam dirinya sendiri. Kehendak hati rasanya sudah mendapat petunjuk yang cukup. Rasa batinya menjelajah jagad raya tanpa sayap. Keseluruh jagad raya, jasadnya sudah terkendali. Menguasai hakekat semua ilmu. Misalnya bunga yang masih lam kuncup, sekarang sudah mekar berkembang dan baunya semerbak mewangi. Karena sudah mendapat san Pancaretna, kemudian Sunan Kalijaga disuruh kelura dari raga Kanjeng Nabi Khidir kembali ke alamnya semula”.
Lalu Kanjeng Nabi Khidir berkata, “He, Malaya. Kau sudah diterima Hyang Sukma. Berhasil menyebarkan aroma Kasturi yang sebenarnya. Dan rasa yang memanaskan hatimu pun lenyap. Sudah menjelajahi seluruh permukaan bumi. Artinya godaan hati ialah rasa qonaah yang semakin dimantapkan. Ibarat memakai pakaian sutra yang indah. Selalu mawas diri. Semua tingkah laku yang halus. Diserapkan kedalam jiwa, dirawat seperti emas. Dihiasi dengan keselamatan, dan dipajang seperti permata, agar mengetahui akan kemauan berbagai tingkah laku manusia. Perhaluslah budi pekermu atau akhlak ini! Warna hati kita yang sedang mekar baik, sering dinamakan Kasturi Jati. Sebagai pertanda bahwa kita tidak mudah goyah, terhadap gerak-gerik, sikap hati yang ingin menggapai sesuatu tanpa ilmu, ingin mendalami tentang ruh itu justru keliru. Lagi pula secara penataan, kita itu ibaratnya busana yang dipakai sebagai kerudung. Sedangkan yang ikat kepala sebagai sarungmu. Kemudian terlibat ingatan ketika dulu. Ibarat mendalami mati ketika berada di dalam rongga ragaku.
Tampak oleh Sunan Kalijaga cahaya. Yang warnanya merah dan kuning itu, sebagai hambatan yang menghadang agar gagal usaha atauu ikhtiar atau cita-citanya. Dan yang putih di tengah itulah yang sebenarnya harus diikuti. Kelimanya harus tetap diwaspadai. Kuasailah seketika jangan sampai lupa! Bisa dipercaya sifatnya. Berkat kesediaanku berbuat sebagai penyekat. Untuk alat pembebas sifat berbangga diri. Yang selalu didambakan siang dan malam. Bukankah aku banyak sekali melekat atau mengetahui caranya pemuka agama yang ternyata salah dalam penafsiran. Dan penyampaian keterangannya? Anggapannya sudah benar. Tak tahunya malah mematikan pengertian yang benar. Akibatnya terperosok dalam penerapannya. Ada pemuka agama yang ibaratnya menjadi murung. Ia hanya sekedar mencari tempat bertengger saja. Yaitu pada batang kayu yang baik rimbun, lebat buahnya, kuat batangnya. Untuk kemuliaan hidup baru. Ada orang yang berkedudukan, ada yang ikut orang kaya. Akhirnya di masyarakatkan. Ibaratnya seperti sekedar memperoleh kemuliaan sepele. Jadinya tersesat-sesat. Ada pula yang justru memiliki jalan terpaksa.
Menumpuk kekayaan harta dan istri banyak. Ada pula yang memilih jalan menguasai putranya. Putra yang bakal menguasai hak asasi orang per orang. Semuanya ingin mendapatkan yang serba lebih di dalam memiliki jalan mereka. Kalau demikian halnya, menurut pendapatku, belumlah mereka disebut pemuka agama yang berserah diri sepenuhnya kepada Allah, tapi masih berkeinginan pribadi atau berambisi. Agar semua itu menjunjung harkat dan martabat. Tatanan yang tidak pasti, belum bisa disebut manusia utama. Yang demikian itu menurut anggapannya dan perasaannya mendapatkan kebahagiaan, kekayaan dan mengerti hak yang benar. Bila kemudian tertimpa kedudukan, terlanjur terbiasa. Memilih jalan sembarang tempat, tanpa mengahasilkan jerih payahnya dan tanpa hasil. Dalam arti mengalami kegagalan total. Setidak-tidaknya menimbulkan kecurigaan. Apa kebiasaan ketika hidup didunia. Ketika menghadapi datangnya maut, disitulah biasanya tidak kuat menerima ajal. Merasa berat meninggalkan kehidupan dunia yang tersangkal lagi. Pokoknya masih lekat sekali pada kehidupan duniawi. Begitulah beratnya amencari kemuliaan. Tidak boleh lagi merasa terlekat kepada anak-istri. Pada saat-saat menghadap ajatnya. Bila salah menjawab pertanyaannya bumi, lebih baik jangan jadi manusia! Kalau matinya tanpa pertanggungjawaban. Bila kau sudah merasa hatimu benar. Akan hidup abadi tanpa hisab. Akibatnya, tubuh bumi itu keterdiamannya tidak membantu. Kesepiannya tidak mencair. Tidak mempedulikan pembicaraan orang lain yang ditujukan kepadanya. Yaitu bagaimana hilang dan mati bersama raganya ialah diidamkannya. Sehingga mempertinggi semedinya, untuk mengejar keberhasilan. Tapi sayang tanpa petunjuk Allah, apalagi hanya semedi semata. Tidak disertai dukungan ilmu.

Akibatnya hasilnya kosong melompong. Karena hanya mengandalkan pikirnya. Ini berarti belum mendapat tata cara hidup yang benar hakiki yang seperti ini adalah idman yang sia-sia. Bertapanya sampai kurus kering, karena sedemikian rupa caranya menggapai kematian. Akhirnya meninggalnya tanpa ketentuan yang benar. Karena terlalu serius.adapun cara yang benar adalah tapa itu hanya sebagai ragi atau pemantap pendapat. Sedangkan ilmu itu sebagai pendukung. Tapa tanpa ilmu tidak akan berhasil. Bila ilmu tanpa tapa, rasanya hambar tidak akan memberi hasil. Berhasil atau tidaknya tergantung pada penerapannya. Dicegah hambatannya yang besar, sabar dan tawakal. Bukankah banyak agamawan palsu. Ajarannya stengah-setengah. Kepada sahabatnya merasa pintar sendiri. Yang tersimpan dihati, segera dilontarkan segala uneg-unegnya. Disampaikan kepada gurunya. Penyampaiannya hanya berdasarkan pikiran belaka.

Dahulunya belum mendapatkan pelajaran. Sampai tobatnya tidak merasa enak kalau menyanggah. Lalu ikut-ikutan mendengarkan. Dengan menamakan rohaniwan yang terbesar. Dianggapnya sudah pasti pendapatnya benar. Pendapatnya atau ilmunya adalah wahyunya itu anugrah yang khusus diberikan pribadi. Akhirnya sahabatnya diaku sebagai anak. Ditekan-tekankan tuntutan besar berupa ikatan batin. Oleh guru bila sudah akan mejang atau menyampaikan ajaran, duduk merasa sering berdekatan. Sehingga sahabat dikuasai oleh guru, dan sang guru menjadi sahabat batin. Luansnya tanggapan bahwa segalanya merupakan merupakan wahyu Allah. Kebaikannya, keduannya antara guru dan sahabat saling memahami. Kalau seorang diantara mereka dianggap sebagai orang yang berilmu. Harus ditaati segala apapun yang diucapkan itu. Misalnya berjalan juga harus disembah biasanya bertempat di pucuk-pucuk gunung.*****

Pengaruh ajarannya sangat mengundang perhatian menemui perguruannya. Bila ada yang berguru atau menghadap, nasihatnya macam-macam dan banyak sekali. Seperti gong besar yang dipukul. Bukankah ajarannya yang dibeber tidak bermutu atau berbobot. Akibatnya rugilah mereka yang berguru? Janganlah seperti itu orang hidup. Anggaplah ragamu sebagai wayang. Digerakkan ditempatnya. Terangnya blencong itu ibarat panggung kehidupanmu. Lampunya bulan purnama, layar ibarat alam jagad raya yang sepi kosong. Yang selalu menunggu-nunggu buah pikir atau kreasi manusia. Batang pisang ibarat bumi tempat bermukim manusia. Hidupnya ditunjang oleh yang nanggap. Penanggapnya ada di dalam rumah, istana. Tidak diganggu oleh siapun. Boleh berbuat menurut kehendaknya. Hyang Permana dalangnya. Wayang pelakunya. Adakalanya digerakkan ke utara oleh sutradara. Bila semuanya digerakkan berjalan. Semua ada di tangan dalang. Dialognya menyampaikan pesan juga. Bila bercakap lisannya itu menyampaikan berbagai nasihat, menurut kehendaknya. Penonton dibuat terpesona, diarahkan melekat pada dalang. Adapun yang nanggap itu selamanya tidak akan tahu. Karena ia tanpa bentuk dan ia berada di dalam puri atau rumah atau istana. Ia tanpa warna itulah dia Hyang Sukma. Cara Hyang Permana mendalang, mempercakapkan tanpa dirimu. Tanpa membedakan sesama titah. Di samping itu, bukankah dia tidak terlibat sebagai pelaku? Misalnya berada dalam tubuhmu? Atau ibarat minyak di dalam susu? Atau api dalam kayu?.

Berhasrat sekali karena belum diberi petunjuk sehingga menggelar doa di kayu, dakon dan gesekan. Dengan beralatkan sesama batang pohon. Gesekan itu disebabkan oleh angin. Hangusnya kayu, keluarlah kukunya. Tak lama kemudian apinya. Api dan asapnya keluar dari kayu itu. Bermula dari ingat pada saat awal mulanya. Semua yang tergelar ini berasal dari tiada. Manusia diciptakan lebih dari makhluk yang lain. Bukankah itu yang disebut rahasia atau rahsa? Manusia itu tidak paling mulia daripada ciptaan yang lain. Maka dari itu janganlah mudah terpengaruh oleh buah pikirmu yang bulat. Bulat atas segala gerak dan kehendak. Adapun isi jagad itu jangan mengira hanya manusia saja, tapi berisi segala macam titah. Hanya saja manusia itu satu. Penguasanya satu. Yang menghidupi jagad seisinya. Demikianlah tekad yang sempurna. Hei Syekh Malaya segeralah menyudahi! Kembalilah kau ke pulau Jawa! Bukankah sebenarnya kau mencari dirimu juga?.

Syekh Malaya bergegas. Bersembah dan berkata dengan berbelas kasih untuk memenuhinya, yang disebut Kalingga Murda,”Hamba setia dan taat”. Kanjeng Nabi Khidir lalu musnah dan lenyap. Syekh malaya tampak berdoa di samudera. Tapi tidak tersentuh air.

Syekh Malaya sangat berjanji dalam hati atas peringatan atau ajaran sang guru yang sempurna. Bukankah ia masih sangat ingat? Hasrat hati yang telah memiliki atau mengetahui ilmu kawekas. Isinya jagad telah terkuasai dalam hati, merasa mantap dan disimpan dalam ingatan. Sehingga serba mengetahui dan tak akan keliru lagi. Diresapi dalam jiwa dan dijunjung sampai mati. Ia telah lulus dari sumber aroma kasturi yang sebenarnya. Sehingga sifat panasnya hati lenyap.

Sesudah itu Syekh Malaya kondur (pulang). Hatinya sudah tidak goyah lagi karena segala ajaran itu tampak jelas dalam hati. Ia tidak salah lagi melihat dirinya siapa sebenarnya. Penjelmaan jiwanya menyatu dalam satu wujud. Walau secara lahiriah dirahasiakan. Norma atau prilaku tat cara jiwa kesatria, berhasil dikuasai. Bukankah ia sudah menggunakan mata batinnya yang tajam atau peka? Ibarat hewan dengan bebannya! Sudah tak ada atau terjadi, kematian dalam kehidupan. Setelah bagaimana ia menerima ajaran gurunya. Sama sekali tidak diragukan lagi. Seluruh ajaran gurunya sudah tamat dan di kuasai dengan tersimpan dalam hati, serta diimankan dengan cermat. Mematuhi semua ajaran guru. Perbuatan, pikiran dan rasa bukankah diuji dalam hati yang suci dan bening? Benar-benar terasa sebagai anugrah Tuhan.

Sesungguhnya sang guru benar-benar sudah hilang raganya, sudah tidak ada. Akan tetapi selalu terbayang dalam hatinya. Dan sudah ditetapkan sebagai kekasihnya. Adapun segala ketercelaan hati sudah lenyap. Rasanya tenanglah dunia dan akhirat. Karena kebersihan dan kesucian jiwa sudah diketemukan. Sukma suci dalam segala tingkah lakunya itu memahami sepaham-pahamnya.

Bukankah sudah memahami lewat petunjuk? Sehingga tidak takut akan kematian yang sering timbul dalam buah pikiran? Ia sudah mengharapkan bahwa raganya akan ikhlas kalau kematian yang mulia. Yang diridhai oleh Tuhan atau Sang Hyang Widi. Namun sebenarnya tidak ada tanggapan perasaan. Yaitu rasa seperti itu. Tiadanya pandang atau wawasan seperti itu. Bukankah sudah lenyap semuanya. Tinggal jiwa suci yang terpuji mulia? Mulia seperti zaman dahulu atau awalnya. Tidak meragukan kematian yang sebenarnya. Yang menjemput maut setiap saat. Tidak merasakan akan kematiannya. Toh yang rusak itu nafsu dan badan, jiwa hidup abadi dan aman sejahtera. Senang, mulia dan merdeka, semuanya itu sudah diterapkan dalam hati. Sehingga berpegang pada kuasa-Nya. Sudah mengetahui akan makna kematian yang sebenarnya, ia tidak merasa takut kapanpun maut menjemput. Yang sempurna ialah sudah aman, sejahtera, mulia, itulah makna yang sempurna. Yaitu tidak meninggalkan hak-Nya. Ketujuh alam sudah lenyap. Bukankah lenyapnya alam ini sudah jelas? Kini yang lain ibarat kau sajalah!

Penguasa alam bukankah sudah kita ketahui? Yang bernama Abirawa yang artinya beerkuasa dan berkehendak. Adapun alam yang keenam artinya ialah yang telah lenyap : timur, barat, utara, selatan, atas, bawah serta kayu dan batu dan diri sendiri. Bila kita telah mati yang ada hanya kosong dan sepi. Yang terdengar hanya deru angin, debur air dan kobaran api di alam dahana. Matahari, bulan, bukankah termasuk alam juga? Dua puluh tiga alam yang serba nafsu itu, semuanya habis belaka. Walaupun bukankah sama dahulunya?.****

Syekh Malay sudah memahami hal itu semua? Kalau itu semua adalah alam serba nafsu. Dan alam yang sebenar-benarnya sudah jelas yaitu penguasa alam semua. Sedang penyelarasnya hanyalah alam anbiyak ini. Alam anbiyak itu baunya harum dan mewangi. Tapi bukan pribadi majazi. Yang hakiki yang menyelaraskan alam. Menjadi terang dan mulia semua.

Dan alam berarti itu ialah tempat jiwa suci, terang, bersih. Itulah alam malakut. Artinya ialah sudah tiba menjelang alam kemuliaan. Ibarat ruangan, sekat sebagai pemisah. Adapun alam anbiyak ialah alam mulia yang masih akan digapai. Sifat hidup itulah kehidupannya. Tentang mana mirah mana intan. Sudah jelas nilai dari Kumala Adi. Yaitu sebagus-bagusnya warna dari intan itu sendiri. Lenyapnya bukankah sama dengan lainnya? Itulah alam anbiya.*********

Sunday 15 July 2012

syech


Para pedagang meriwayatkan, baha selama 40 tahun Syaikh Abdul Qadir RA berada di Baghdad, tidak pernah terjadi keributan. Sepeninggal beliau, terjadi keributan di Baghdad. Demikian pula selama 40 tahun beliau tinggal di Baghdad, tidak ada orang yang kerasukan jin.
Syaikh Muhammad bin Abdillah Aby Ghana’im berkata, “ suatu hari aku dan Syaikh Abu Hasan Ali bin AL Hitti memasuki rumah Syaikh Abdul Qadir RA dan mendapatkan seorang pemuda bersimpuh ddi teras rumah beliau, dan kemudian pemuda itu memohon kepada Syaikh Ali, ‘Tuanku, mohonkan ampun aku kepada Syaikh Abdul Qadir’. Saat kami menghadap kepada sang Syaih beliau berkata, ‘ Aku berikan dia kepadamu’. Maka Syaikh Ali bersamaku keluar dari rumah beliau dan memberi tahukan hal tersebut kepada si pemuda. Si pemuda tadi kemudian bangkit dan keluar melalui jendela lalu terbang. Kami kembali masuk dan menghadap kepada Syaikh Abdul Qadir RA dan bertanyaperihal pemuda tadi. Maka beliau menjawab, “Dia adalah seorang pengelana yang terbang di udara, dengan bengga dia berkata dalam hatinya, ‘Tidak ada seorangpun di Baghdad yang menyamai aku’. ‘Maka aku cabut anugerah yang dimilikinya. Kalau saja bukan karena permintaan Syaikh Ali, maka aku tidak akan mengembalikan anugerah tersebut kepadanya’”.
Dalam riwayat lain beliau bercerita, “suatu hari di tahun 559 H berkumpulah sekitar 300 orang dalam ribath sang Syakh, di ruwaq al-hilbah. Tiba tiba beliau keluar dari dalam rumah dan menberikan isyarat agar kami semua mengikutinya masuk ke dalam rumah dengan berkata, “cepat kalian kemari, cepat kalian kemari”. Saat semua rang sudah masuk di rumah beliau, atap ribath tersebut tiba-tiba roboh. Beliau berkata, “Saat akku berada di dalam rumah, sebuah suara berkata kepadaku, “Atapnya akan runtuh sekarang”.
Syaikh Abdullah AL-Jaba’i meriwayatkan bahwa beliau pernah mendengarkan dari Abdul Azis bin Tamim Asy-Syaibani yang pernah mendengar dari Abdul Ghani bin Abdul Wahid bahwa beliau pernah menyatakan pernah mendengar dari Abi Muhammad Al Khasshab An-Nahwi berkata, “Saat aku masih pemuda dan sedang belajar nahwu, aku banyak mendengar tentang Syaikh Abdul Qadir Al Jailani dan kefasihannya berbicara. AKu ingin bertemu beliau namun waktu menjadi kendala keinginanku itu. Hingga pada suatu hari aku menghadiri majlis beliau. Saat itu beliah memalingkan wajahnya ke arahku dan berkata, ‘ Saudaraku, kami berteman dengan gurumu sibawaih ‘. Sejak saat itu aku menjadi muridnya dan banyak mendapatkan manfaat dari beliau. demikian pula dengan pemahamanku tentang kaidah-kaidah nahwu dan keilmuan lainnya baik agama maupun umum semakin mendalam. Kurang dari satu tahun mengikuti beliau aku sudah mendapatkan ilmu lebih banyak dari yang aku dapat seumur hidupku dan aku menjadi lupa akan segala sesuatu yang aku dapatkan dari selain beliau”.
Dalam riwayat lain beliau meriwayatkan, dari Syaikh Abu Hasan Ali bin Mala’ib Al-Quwaisi, beliau berkata, “Suatu saat aku bersama rombongan orang-orang bermaksud berziarah kepada Syaikh Abdul Qadir Al Jailani. Orang-orang tersebut datang dengan berbagai kepentingan untuk didoakan oleh Syaikh Abdul Qadir Al Jailani. Diantara mereka terdapat seorang pemuda bandel yang masih dalam keadaan junub dan tidak pernah bersuci dari hadast kecil. Saat tiba di hadapan beliau aku di ikuti oleh rombongan mencium tangan beliau . Ketika tiba giliran anak tersebut mencium tangan beliau, sang Syaikh menggenggam tangan anak tersebut dan memandanginya. Seketika it pula sang anak jatuh pingsan dan ketika sadar, janggut telah tumbuh di wajahnya. anak tersebut tobat dan memohon maaf kepada beliau “.
Syaikh Abu Al-Khair Kurum bin Syaikh Qudwah Mathar Al-baazaraani berkata, “Ketika Syaikh Abu Wafa’ sedang menghadapi sakaratul maut, aku bertanya kepadanya ‘Siapa yang harus aku ikuti sesudahmu ?’ Beliau menjawab, “Syaikh Abdul Qadir Al Jailani”. Aku duga jawaban beliau pada saat. itu dipengaruhi oleh penyakit beliau. Aku tinggalkan beliau sekejap dan kembali lagi menanyakan hal yang sama,. Beliaupun berkata, “Akan datang masa di mana hanya Syaikh Abdul Qadir Al Jailani yang pantas untuk di ikuti”.
Ketika beliau wafat, aku pergi ke Baghdad dan menghadiri majlis sang Syaikh. Dalam majlis beliau pada saat itu hadir Syaikh Baqa bin Bathu’ Syaikh ABu Said Al-Qalyuwi, Syaikh ALi bin AL-Hitti dan para Syaikh besar lainnya. “Aku bukan seperti penceramah kalian. Apa yang aku lakukan berdasarkan perintah Allah danapa yang aku katakan bukan untuk kalian tapi untuk orang-orang yang berada di udara” Ujar beliau dalam kesempatan tersebut sambil menegadahkan kepala beliau. Saat aku menengadahkan kepala, aku melihat barisan orang – orang yang bercahaya yang menghalangi pandanganku dengan langit. Mereka menganggukkan kepala tanda setuju. Diantara mereka ada yang menangis, ada yang bersimpuh, ada yang dipakaian mereka terdapat api. Akupun jatuh pingsan dan ketika aku sadar, aku segera menyibak orang-orang menuju kursi beliau. Saat aku mencapai kursi beliau, beliau berbisik kepadaku, ‘Kurum, tidak cukupkah apa yang dikatakan oleh ayahmu pada kali yang pertama ?’. Aku mengangguk tunduk oleh karismanya”.
Mufrij bin Syaiban bin Barakat Asy-Syaibani bercerita, “Saat Syaikh Abdul Qadir mulai terkenal di Baghdad, berkumpulah kira-kira 100 orang ahli fiqh. Mereka sepakat bahwa setiap orang akan menyiapkan sebuah pertanyaan yang mereka tidak ketahui jawabannya untuk menjatuhkan sang Syaikh. Aku berada di majlis sang Syaikh ketika mereka datang. Saat semua duduk, dari dada sang Syaikh memancarkakn cahaya yang hanya dapat dilihat oleh orang-orang yang dikehendaki Allah , cahaya itu merasuk ke dada 100 orang tersebut. Kemudian mereka berteriak, mengoyak baju dan melepaskan tutup kepala mereka lalu berebut memanjat kurswi sang Syaikh dan meletakkan kepalanya di bawah kaki sang Syaikh. Seketika seluruh orang yang ada di majlis tersebut menangis”.
Kemudian sang Syaikh mengangkat kepala mereka dan meletakkannya ke dada beliau satu persatu hingga orang terakhir. Beliau emndatangi seorang demiseorang dan menyebutkan pertanyaan yang akan ditanyakan orang tersebut kepada beliau serta jawaban dari pertanyaan tersebut.
Saat majlis bubar, aku mendatangi mereka dan bertanya, ‘ Ada apa dengan kalian ?’. Mereka berkata, ‘Ketika kami duduk, semua pengetahuan yang kami milikin hilang seakan – akan kami tidak pernah mempelajarinya. Ketika beliau memeluk kami, semua pengetahuan tersebut kembali kepada kami, berikut pertanyaan yang telah kami persiapkan untuk beliau dan jawaban atas pertanyyan tersebut’.
Abu Hajar Hamid Al-Harani Al-khatib bercerita, “Aku menghadap Saat Syaikh Abdul Qadir di Baghdad dan duduk di atas sajadah milikku. Beliau memandangku dan berkata, ‘Hamid, engkau akan duduk di permadani para raja ‘. Ketiak aku kembali ke Haran, sultan Nuruddin Asy-Syahid memaksaku untuk menemaninya. Beliau mendudukkanku di permadaninya dan memberikan otoritas untuk mengelola harta wakaf kepadaku. Saat itu aku ingat dengan apa yang dikatakan oleh Saat Syaikh Abdul Qadir .
Syaikh Zainuddin Abu Hasan Ali bin Abi Thahir bin Ibrahim bin Naja bin Ghanaim bin Al-Anshari Ad-Dimasyqi, tinggal di mesir dan seorang ahli fiqh mahdzab Hambali bercerita, “Sepulang menunaikan ibadah Haji, aku dan seorang temanku singgah di Baghdad. Kami belum pernah itnggal di baghdad sebelum ini, tidak memiliki kenalan dan tidak memiliki apa-apa kecuali sedikit barang yang akan kami tukarkan dengan bathshut / sejenis makanan ditambah sedikit nasi yang kami beli. ternyata makanan tersebut belum membuat kami kenyang. Kemudian kami emndatangi majlis Saat Syaikh Abdul Qadir. Saat kami masuk, beliau menghentikan ceramahnya dan menoleh ke arah kami seraya berkata, “Orang-orang asing yang miskin datang dari hijaz dan hanya memiliki sebuah barang yang ditukarkan dengan bathsut serta sedikit nasi. Ternyata makanan tersebut belum dapat mengenyangkan mereka”.
Selagi kami takjub dengan apa yang beliau katakan, beliau memerintahkan kepada pelayannya untuk menyiapkan hidangan. Ketika itu aku berbisik kepada temanku, ‘Apa yang engkau inginkan ?’. kisyk dengan ayam’. jawabnya. ‘kalau aku yang aku inginkan adalah madu’ sambungku. Tiba-tiba beliah berkata kepada pelayannya, ‘Hidangkan kepada kami kiyk dengan ayam dan madu”. Para pelayan beliau menghidangkan makanan tersebut dan meletakkan kisyk dengan ayam di kakiku, dan madu di hadapan temanku. Beliau berkata kepada pelayannya, “Tukar posisi makanan tersebut baru engkau benar”‘.
Kejadian tersebut membuatku tak dapat menguasai diri. Aku bangkit, berteriak dan berjalan di antara punggung para hadirin menuju ke arah beliau. beliauberkata kepadaku, “Selamat datang penasihat dari mesir, “. “Tuanku, bagaimana hal tersebut dapat terjadi padaku, membaca al-fatihah saja aku belum benar”. Beliau menjawab, “Aku diperintahkan Allah untuk menyampaikan pernyataan tersebut kepadamu”.
Setelah itu, selama setahun aku menuntut ilmu kepada beliau, dan terbukalah pengetahuan dan wawasan yang belumpernah aku dapatkan selama 20 tahun menuntut ilmu. Saat aku memohon ijin untuk kembali, beliau berkata kepadaku, “Nanti setibanya di Damaskus engkau akan berjumpa dengan pasukan perang yang ingin menguasai mesir, katakan kepada mereka, “Kalian tidak akan dapat memasuki mesir pada saat ini, sebaiknya kalian pulang dan kembali lagi maka kalian akan menguasainya”.
setibanya di Damaskus, aku menemukan semua yang dikatakan sang Syaikh kepadaku. Akupun menyatakan kepada pasukan tersebut apa yang dikatakan sang Syaikh kepadaku namun mereka tidak menerimanya. Kemudian, aku memasuki mesir, aku mendapati khalifahnya sedang ber siap-siap menyambut mereka, aku berkata kepadanya, “Jangan takut mereka akan lari tungang langgang”. Dan ketika pasukan tersebut tiba di mesir, mereka dapat dikalahkan. Setelah itu khalifah menjadikanku teman duduknya dan mendudukkanku di singga sananya”.
Kemudian, pasukan tersebut datang untuk yang ke dua kalinyadan kali in mereka dapat merebut Mesir. Mereka sangat menghormatiku karrena perkataan yang aku sampaikan kepada mereka di Damaskus. Berakt satu kalimat dari Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani RA aku mendapatkan 150.000 dinar dari kedua negara tersebut.
Diriwayatkan bahwa Syaikh Zainuddin yang meriwayatkan kisah di atas hanya hafal satu kitab tafsir ketika memasuki mesir. Namun beliau diterima oleh rakyat Mesir, dari golongan biasa maupun yang elit. Salah satu ulama hadis di mesir mengadakan majlis untuknya yang kemudian banyak dikunjungi orang. beliau meninggal dunia pada bulan Ramadhan 599 H dan lahir di Damaskus tahun 508 H.
Syaikh Ahmad bin Shaleh AL-Jilli meriwayatkan bahwa pada suatu ketika, Syaikh Abdul Qadir sedang memberikan pelajaran tentang Qadha dan Qadar di hadapan para shufi dan ahli fiqih. Jatuhlah seekor ular besar yang membuat semua orang berlarian. Kemudian ular tersebut menyelinap ke dalam baju beliau lalu melata ke seluruh badan hingga kepala beliau. Setelah ular tersebut turun dari badan beliau, ular itu menegakkan kepala dan mendesis. Beliau kemudian berbicara dengan ular tersebut dengan bahasa yang tidak kami pahami. Dan ular tersebut pergi.
Kami bertanya kepada beliau apan yang dikatakan ular tersebut kepada beliau dan apa yang beliau ucapkan kepada ular itu. Beliau berkata, “Ular tersebut berkata kepadaku, ‘Banyak wali yang telah aku coba dan belum pernah aku jumpai yang sepertimu”. Aku berkata kepadanya, Saat engkau jatuh dari atap, aku sedang berbicara tentang qadha dan qadar Aku sadar bahwa engkaupun hanya seekor hewan melata yang digerakkan oleh Qadha dan Qadar dan oleh karenanya aku tidak ingin melawannya”.
Syaikh AbdurRazak bin Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani RAmeriwayatkan bahwa ayahnya Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani RA pernah bercerita, “Pada suatu saat aku sedang melaksanakan shalat di masjid Al-Manshur. Aku mendengar suara mendesis di dinding di belakangku. Ternyata seekor ular besar dating dan membuka mulutnya di sujudku. Ketika sujud, aku singkirkan ia dengan tanganku. Saat aku duduk tasyahud, dia melata di pahaku lalu melilit leherku. Saat aku mengakhiri shalatku, aku tidak dapat menemukannya.
Keesokan harinya aku mendapati seorang pria dengan kedua mata yang saling berjauhan di tempat khalwat di belakang masjid. Seketika itu aku mengetahui bahwa dia adalah seorang jin. Dia berkata kepadaku, “Aku adalah ular yang engkau lihat tadi malamtelah banyak wali yang aku coba sebagaimana yang aku lakukan terhadap dirimu. Dianytara mereka ada yang tergetar takut baik zahir maupun bathin. Ada pula yang hanya bathinnya saja yang merasa takut sdangkan zahirnya tetap tegar. Tapi aku melihatmu tetap tegar baik zahir maupun bathin. ‘kemudian aku memintanya untuk bertobat dan dia bertobat di tanganku’”.
Al-Khidr Al-husaini Al-Maushuli berkata, “Selama 13 tahun melayani Syaikh Abdul Qadir aku banyak menyaksikan peristiwa supranatural. Diantaranya adalah jika ada orang yang sakit, beliau akan mendatanginya dan mendoakannya seraya menyapukan tangan beliau ditempat yang sakit. Tidak lama kemudian orang tersebut sehat seperti sedia kala”.
Kemudian suatu hari salah satu saudara Sultan Al-Mustanjid mendatangi beliau dengan perut menggelembung. Beliau sapukan tangannya dan perut tersebut kembali seperti semula.
Di lain hari, Abu Ma’ali Ahmad Al-baghdadi Al-Manbali mendatangi beliau dan mengadukan perihal anaknya yang sudah 15 bulan tidak berhenti demam. Sang Syaikh berkata kepadanya, “bisikkan di telinganya, “Wahai ummu maldum, Syaikh Abdul Qadir menitipkan pesan kepadaku untukmu agar engkau pergi dari tubuh anakku, kembali ke tempat asalmu”. Beliau melakukan apa yang diperintahkan sang Syaikh dan anaknya seketika sembuh. Beberapa tahun kemudian kami bertanya kepada beliau tentang anaknya, dan beliau menjawab, ‘dia tidak pernah kembali ke Baghdad”. Kemudian ada yang mengabarkan bahwa banyak orang di tempat jin tersebut yang menderita sakit panas “.
Diriwayatkan bahwa pada suatu ketika Syaikh Hasan Ali Al-Arji menderita sakit. Syaikh Abdul Qadir dating menjenguknya dan mendapati bahwa beliau memiliki ayam jantan dan ayam petelur. “Tuanku, ayam ini (sambil menunjuk kepada ayam jantan) sudah 6 bulan tidak pernah berkokok. Sedangkan yang ini, (sambil menunjuk kepada ayam petelur) sudah 6 bulan tidak pernah bertelur.” Syaikh Abdul Qadir kemudian berdiri di depan ayam petelur dan berkata , “senangkan pemilikmu”. Kemudian ia berkata kepada ayam jantan, “Bertasbihlah untuk tuanmu”. Seketika itu juga sang ayam bertelur, dan si pejantan berkokok dengan sangat keras hingga terdengar ke seantero Baghdad karena berkah Syaikh Abdul Qadir.
Pada tahun 560 H beliau berkata kepada Khidr Al-Maushuli, “khidr, aku pergi ke Maushul dan mendapati engkau dengan seorang anak laki-laki di punggungmu bernama Muhammad yang nanti akan belajar Al-Qur’an kepada seorang buta bernama Ali. Setelah 7 bulan hafalannya menjadi sempurna dan saat itu anakmu berumur 7 tahun. Engkau akan hidup sampau umur 94 tahun 1 bulan dan 7 hari dan akan meninggal di Arbal dan keadaanmu selalu sehat wal afiat. “ Kemudian anaknya Abu Abdillah Muhammad bercerita, “Ayahku tinggal di Moshul hingga aku lahir sebagai anak pertama pada bulan safar tahun 561 H. jemudian ayahku mengundang seorang buta yang menghafal AL-Qur’an dengan baik untuk mengajariku Al-Qur’an. Ketika ayahku bertanya tentang nama dan asalnya, orang buta tersebut menyatakan bahwa namanya Ali dan berasal dari Baghdad. Saat itulah dia menceritakan pernyataan Syaikh Abdul Qadir. Beliau meninggal di Arbal, 9 safar 625 H dalam usia 94 tahun 1 bulan 7 hari. Dan Allah berkenan menjaga kondisi fisiknya sampai beliau meninggal dunia”.
Umar bin Mas’ud Al-Bazar berkata,”Aku menyaksikan sendiri kedalaman pemahaman sang Syaikh tentang hakikat. Kesempatan tersebut aku dapatkan ketika seorang muridnya berkata kepada orang-orang bahwa ia telah melihat Allah dengan mata kepala sendiri. Mendengar hal tersebut sang Syaikh memanggil si murid dan menanyakan hal tersebut dan dibenarkan oleh si murid. Sang Syaikh kemudian melarang si murid mengulang perbuatannya. Kemudian seseorang bertanya kepada beliau, apakah yang dinyatakan oleh si murid dapat dibenarkan atau tidak.” Syaikh Abdul Qadir menjawab, “Dia benar (karena) hal tersebut disebabkan karena dia menyaksikajn dengan mata hatinya (bashirah), sedangkan pancaran mata bathinya tersebut terhubung dengan cahaya matanya sehingga ia menduga matanyalah yang melihat apa yang disaksikan mata bathinnya. Padahal apa yang dilihat oleh matanya adalah mata bathinnya (bashirah) dan hal tersebut tidak disadari olehnya. Allah berfirman, “Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing”. Sesungguhnya melalui tangan ke-Maha lembutanNya, Allah SWT sesuai kehendakNya menurunkan cahaya-cahaya keagungan dank ke elokanNya ke dalam Qalb seorang hamba yang akan memunculkan suatu gambaran. Di belakang semua itu terdapat tirai ke-Maha Besaran Allah yang tidak dapat dikoyak”.
Pada saat itu para ulama yang hadir terpesona dan kagum dengan kefasihan sang Syaikh menguraikan kondisi spiritual yang dialami oleh orang tersebut.”
Syaikh Muammar Al-Jaradah meriwayatkan, “pada suatu hari di rumah sang Syaikh, beliau sedang duduk ketika tiba-tiba tanah jatuh dari atapnya dan mengenai beliau. Beliau hanya mengibaskan tanah tersebut tanpa berkomentar. Kejadian tersebut berulang hingga tiga kali. Ketika hal tersebut terjadi untuk yang ke empat kalinya, beliau mendongakkan kepala dan mendapatin seekor tikus yang melakukan itu semua. ‘terbang kepalamu’ kata sang Syaikh kepada tikus tersebut dan seketika itu pula tikus tersebut jatuh dengan kepala terpisah dari badannya. Beliau kemudian bangkit dari duduknya sambil menangis. ‘Apa yang membuatmu menangis wahai sang syaikh ?’ Beliau menjawab, “Aku takut suatu saat seorang muslim menyakiti hatiku dan menerima seperti yang diterima oleh tikus ini”.
Syaikh Umar bin Mas’ud Al-Bazar berkata, “Pada suatu hari Syaikh Abdul Qadir hendak berwudhu. Tiba-tiba seekor burung mengotori beliau dengan kotorannya. Kemudian beliau mendongakkan kepala ke atas dan burung tersebut kemudian jatuh dan mati. Ketika selesai berwudhu, beliau mencuci daerah yang terkena kotoran tersebut, melepasnya dan meyerahkannya kepadaku untuk dijual, dan hasilnya disedekahkan seraya berkata, “ini. Untuk yang ini”. Maksudnya sedekah tersebut untuk menebus burung yang telah mati.
Abu fadhal Ahmad bin Qasim bin Abdaan Al Quraisyi Al-Baghdadi Al Bazzaar berkata, “Syaikh Abdul Qadir biasa memakai pakaian yang mahal. Pada suatu hari salah seorang pembantunya mendatangiku dan membawa uang serta berkata, ‘aku ingin kain yang satu dzira’nya seharga 1 dinar’. Akupun memberikan apa yang diminta pelayan tersebut seraya bertanya, “Buat siapa kain itu?” ‘Untuk sang Syaikh’ jawab pelayan itu. Aku berkata dalam hati, “sang Syaikh sampai tidak meninggalkan kain untuk khalifah”.
Saat itu pula sebatang paku menancap di kakiku dan sakitnya luar biasa. Orang-orang dating dan berkumpul dan mencoba untuk melepaskan paku tersebut dari kakiku namun mereka tidak dapat melakukannya. ‘Bawa aku kepada Syaikh Abdul Qadir’ .kataku kepada mereka. Merekapun membawaku kepada sang Syaikh. Ketika aku berada di hadapannya, beliau berkata kepadaku, ‘Abu Fadl, mengapa engkau mencemoohkanku ?. demi keagungan yang aku sembah, aku tidak akan memakainya sampai Ia berkata kepadaku ‘Demi hakKu atas dirimu, kenakan pakaian seharga 1 dinar perdzira’nya. Ini, kain kafan lebih baik daripada kain tersebut sebanyak 1000 kali kehidupan”. Lalu beliau mengusap kakiku dengan tangan beliau yang penuh berkah seketika itu pula paku dan rasa sakit tersebut hilang. Demi Allah aku tidak mengetahui dari mana paku teesebut berasal dan kemana perginya. Yang aku tahu paku itu telah ada di kakiku. Saat aku berdiri, beliau berkata, “Barang siapa yang muncul umpatannya atas diriku, maka akanmendapatkan cobaan berbentuk paku”.
Ibnu Khidir Al-husaini bercerita, “pada suatu malam, pelayan sang Syaikh bermimpi basah sebanyak 70 kali dengan perempuan yang pernah dikenal maupun tidak pernah dikenal. Keesokan harinya ia mengadukan hal tersebut kepada Syaikh Abdul Qadir. Sang Syaikh berkata kepadanya, ‘jangan engkau keluhkan mimpi basahmu tadi malam. Aku melihat namamu di lauh mahfudz dan menemukan di dalamnya bahwa engkau berzina sebanyak 70 kali dengan si ..A…B….C sang Syaikh terus menerus menyebutkan satu persatu nama-nama yang dikenalnya dan tidak dikenalnya. Kemudian sang Syaikh berkata, ‘Aku memohon kepada Allah agar memindahkannya dalam tidurmu”’.
Syaikh Ali AL-Khabbas meriwayatkan bahwa dia pernah mendengar Syaikh Abu Qasim Umar berkata, “Barang siapa yang memohon pertolongan kepadaku pada saat kesusahan maka aku akan mengangkat kesusahan tersebut. Barang siapa yang memanggil namaku saat sedang terjepit maka aku akan membebaskannya dan barang siapa yang bertawasul denganku kepada Allah untuk suatu keperluan maka Allah akan memenuhi hajatnya. Kemudian barang siapa yang shalat dua rekaat dan pada setiap rekaat membaca Al-Ikhlas sebanyak 11 kali kemudian bershalawat sebanyak 11 kali setelah salam kemudian mengucapkan salam kepadaku dan menyebut namaku sebelum ia menyebutkan hajatnya, maka Insya Allah hajatnya akan dikabulkan oleh Allah’. Dalam riwayat lain disebutkan ‘berjalan 11 langkah menuju kea rah kuburanku lalu menybutkan hajatnya Insya Allah hajatnya akan terkabul’.
Al-Jaba’I berkata, “kepada setiap orang yang datang kepadanya membawa emas sang Syaikh selalu memintanya untuk meletakkan emas tersebut di bawah sajadahnya. Beliau tidak pernah menyentuhnya. Saat pelayannya datang beliau berkata kepadanya, “pergi dan belikan roti dan lauk’. Ketika datang jubah kebesaran yang diberikan khalifah kepadanya, beliau berkata, “Berikan kepada Abu Fadhal Ath-Thahhan sebab beliau mengambil tepung dengan jalan berhutang untuk para fakir dan tamunya. Sebab itulah orang tidak pernah melihat beliau memakai jubah yang diberikan khalifah kepadanya setiap bulan karena selalu diberikan kepada Ath-Thahan”.
Al-Khidr Al-Husaini berkata, “pada suatu Jum’at aku sedang berada bersama sang Syaikh di masjid. Kemudian datanglah seorang pedagang membawa uang dan berkata kepada beliau, ‘Aku ingin membagi-bagikan uang ini kepada orang yang berhak, dan aku tidak mendapatkan orang yang berhak mendapatkannya. Perintahkan kepadaku siapa yang berhak aku berikan. Dang Syaikh berkata kepada orang tersebut, “Berikan kepada golongan yang berhak menerimanya dan yang tidak berhak menerima sedekah tersebut”.
Diriwayatkan, beliau melihat seorang faqir yang sedang bersedih. “Apa yang sedang terjadi padamu ?” tanya sang Syaikh kepadanya. Si faqir tersebut menjawab, “Pada suatu hari aku berjalan di tepi sungai. Kemudian aku meminta kepada pemilik perahu untuk menyeberangkanku ke tepi lainnya, namun dia menolak. Saat itu ahtiku sedih mengingat kemiskinanku’. Tepat setelah si faqir menyelesaikan ceritanya, seorang pria datang membawakan bungkusan berisi 30 dinar yang dinazarkannya untuk sang Syaikh. Sang Syaikh mengambil bungkusan tersebut dan berkata kepada si faqir, “Ambil bungkusan ini dan pergi ke pemilik perahu. Katakan kepadanya bahwa engkau tidak lagi orang yang miskin”. Kemudian Syaikh melepaskan pakaiannya dan memberikannya kepada si faqir yang kemudian dibeli seharga 20 dinar.
Abu Yasar bin Abdurrahim berkata, “Abdus-Shamad bin Hammam seorang yang kaya raya merupakan orang yang sangat membenci Syaikh Abdul Qadir dan menolak semua karamah yang diceritakan kepadanya. Namun kemudian ia menjadi orang yang membaktikan dirinya kepada sang Syaikh. Setelah sang Syaikh meninggal, aku bertanya kepadanya faktor apa yang menyebabkan perubahan tersebut. Beliau bercerita, ‘Pada suatu hari aku melewati madrasah sang Syaikh dan waktu shalat Ashar telah tiba sehingga aku teropaksa shalat di madrasah beliau. Karena ketidaksenanganku, akupun masuk dengan niat segera keluar setelah mengerjakan shalat. Aku mendapati sebuah tempat kosong di sebelah mimbar tempat sang Syaikh memberikan pengajian. Aku tidak menyadari bahwa hari itu adalah hari Jum’at dan orang-orang semakin banyak berdatangan untuk menghadiri pengajiannya dan membuatku tidak dapat bergerak dari tempatku sedangkan aku dalam kondisi ingin sekali ke kamar kecil untuk buang hajat. Kemudian sang Syaikh naik ke atas mimbar dan aku sudah hampir tidak dapat menahannya. Saat itu kebencianku kepada beliau berlipat ganda. Aku membayangkan diriku buang hajat di dalam pakaian, orang-orang menghinaku dan dari dalam tubuhku akan tercium bau busuk. Aku lebih memilih mati daripada berada dalam kondisi tersebut. Saat aku sedang memikirkan nasibku, sang Syaikh turun beberapa tangga dan menyelimuti kepalaku dengan serbannya. Seketika itu aku melihat diriku berada di sebuah taman di gurun dengan air yang mengalir. Akupun melepaskan hajatku, berwudhu dan shalat dua rekaat di tempat tersebut. Kemudian sang Syaikh mengangkat serbannya dari kepalaku,dan aku mendapati diriku berada di sebuah mimbar tempatku semula, dalam kondisi yang lapang. Aku sangat takjub pada saat itu dan aku mendapati diriku dalam keadaan basah bekas air wudhu. Ssaat itu aku merasa bingung dengan apa yang aku alami.
Dalam perjalanan pulang seusai majlis tersebut, aku mendapati sapu tangan dan kunci brankasku hilang. Aku kembali ke tempatku tadi dan mencari kedua benda tersebut dan tidak dapat menemukannya. Aku pulang ke rumah, dan memanggil tukang kunci karena pada saat itu aku sedang tergesa-gesa untuk melakukan perjalanan keluar Iraq untuk suatu urusan. Keesokan harinya aku keluar dari Baghdad.
Pada hari ke tiga perjalanan tersebut aku melewati suatu daerah oase dengan air yang mengalir. Salah seorang teman seperjalananku berkata, “Apakah ridak sebaiknya kita berhenti sebentar di sini, beristirahat dan shalat serta makan, karena setelah ini kita tidak akan mendapatkan oase”. Akupun turun dari tungganganku dan mendapati bahwa tempat inilah yang aku lihat di majlis sang Syaikh. Akupun berwudhu dan menuju tempat di mana aku melaksanakan shalat. Di tempat tersebut aku mendapatkan sapu tangan dan kunci brankasku. Akupun memutuskan membatalkan perjalananku dan kembali ke Baghdad karena yang ada dalam pikiranku adalah selalu berdekatan dengan Syaikh Abdul Qadir RA. Aku tidak pernah menceritakan hal ini karena aku kira orang yang mendengarnya tidak akan percaya”. Aku berkata kepadanya, ‘Orang yang menceritakan hal seperti ini tidak akan pernah id cela,’ Kataku kepadanya. Dia berkata, ‘Aku tidak perlu menceritakan hal tersebut kepada orang-orang , aku telah mencereitakannya kepad orang yang tidak aku ragukan kejujuran dan keadilannya’. Lalu tidak pantaskah aku tidak mempercayai orang seperti ini’. Allah menghendaki kebaikan atas dirimu’. Kataku kepadanya. Dia berkata, Aku bersyukur kepada Allah karena tidak meninggal dalam keadaan sebelum ini”’.
Syaikh Muhammad bin Qaid Al-Awani meriwayatkan, “Pada suatunketika seorang perempuan datang membawa puteranya ke hadapan sang Syaikh. Ibu tersebut berkata kepada sang Syaikh, ‘Aku melihat hati anakku telah terikat kepada anda. Aku sekarang serahkan hakku atas dirinya untuk Allah lalu kepada anda’. Sang Syaikh kemudian menerima putera perempuan tersebut dan memerintahkannya bermujahadah dan emngikuti jalan para Salaf As-Shalih.
Suatu hari sesudah itu sang ibu mengunjungi anaknya dan mendapati sang anak dalam kondisi kurus karena kurang makan dan terlalu banyak begadang. Dia melihat sang anaka hanya memakan roti gandum kelas dua. Kemudian ia mengunjungi sang Syaikh dan mendapati sang Syaikh telah memegang piring dengan sisa-sisa tulang ayam di atasnya. Sang ibu berkata kepada sang Syaikh, ‘Yaa Syaikh, anda makan dengan lauk ayam, sedang anakku hanya makan gandum kelas dua’.
Sang Syaikh meletakkan tangannya di atas tulang-belulang tesebut dan berkata, “Bangkitlah dengan ijin Allah yang membangkitkan tulang belulang yang telah berserakan’. Seketika itu pula hiduplah ayam jantan tersebut seraya berdiri dan berkokok dengan mengucapkan kalimat Laa Ilaaha illaLlaah MuhammadarrasuuluLlah Syaikh Abdul Qadir WaliyuLlah”. Kemudian sang Syaikh berkata, ‘Apabila anakmu sudah mampu seperti ini, maka bolehlah ia makan sekehendaknya’.
Telah terjadi konsensus di antara para ulama ditambah dengan berbagai kitab yang menyatakan interaksi para elit wali di dalam kubur mereka bagaikan orang yang masih hidup hingga hari kiyamat, karena keestimewaan yang dianugerahkan Allah kepada mereka. Di antara mereka adalah Syaikh Al-Imam Abdul Qadir Al-Jilly, Syaikh Al-Kabir Ad-Diryaq Al-Mujarrab Ma’ruf bin Mahfudz bin Fairuz bin Al-Mirzaban Al-Kharqi, Syaikh Wasil Ar-Rahilah Aqil Al- Munbaji, Syaikh Al-Kamil Hayyan bin Qaais Al-Harani. Begitu pula dengan keempat orang kerua para wali ini yang diberi kemampuan menghilangkan kusta, menyembuhkan kebutaan dan menghidupkan orang mati dengan ijin Allah mereka adalah para Qutb dan Al-Ghauts Begitu pula dengan Syaikh Muhiyyuddin Abdul Qadir Al-Jailany, Syaikh Al-Kabir Sayyid Ahmad Ar-Rifa’i, Syaikh Ali bin Al-Hitti, Syaikh Qudwah As-ShalihBaqa’ bin Bathu’ RA. Termasuk di dalamnya para pemuka suluk yang empat yaitu Syaikh Kamil Al-Maushuli, Maslamah bin Ni’mah AS-Saruuji, Syaikh Al-‘Arif Al-Murabbi Hammad bin Muslim Ad-Dabbas, Syaikh Al Hujjah Al-Mulhiq Al-Ashagir wal Akaabir Tajul ‘Arifiin Abu Wafa’ Muhasmmad Kaakis, Syaikh Al-‘Abid Az-Zahid Al-Mujaahid Uday bin Musafir, semoga Allah memberikan berkah dan manfaat dari mereka di dunia dan di akhirat.
Syaikh Ali Al-Khabbas meriwayatkan bahwa ia pernah mendengar dari Syaikh Abu Hafs Al-Kaimani, “Pada suatu malam saat aku berada di tempat khalwatku tiba-tiba dindingnya terkoyak dan masuklah seseorang dengan tampang menakutkan. ‘Siapakah engkau,’ Tanyaku. Dia menjawab,’Aku iblis, datang untuk menasehatimu’. ‘Apa nasihatmu ?’ Tanyaku. Aku ingin mengajarimu duduk murqabah ‘katanya sambil melakukan duduk sebagaimana duduk tasyahud awal (qarfasha), dengan kepala menunduk melihat bumi. Pagi harinya aku menemui Syaikh Muhiyyudin Abdul Qadir untuk menceritakan peristiwa tersebut kepada beliau. Ketika aku berjabat tangan dengan tangannya, beliau menggenggam tanganku dan berkata, “Engkau benar dan dia pembohong. Jangan pernah engkau menerima apapun darinya’. Padahal aku belum menceritakan hal tersebut kepada beliau’.
Sayikh Badi’uddin Khalf bin ‘Ayyash Asy-Syari’ Asy-Syafi’i bercerita, “Oleh Syaikh madzhab Syafi’i waktu itu, Syaikh Abu Umar dan Syaikh Utsman As-Sa’adi, aku diperintahkan untuk pergi ke Baghdad dan membawa sebuah salinan kitab Musnad Ahmad bin Hanbal. Sesampai di Baghdad, aku menemukan penduduk Baghdad selalu menyebutkan nama Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani RA. Aku berkata dalam hati, ‘Jika orang ini memang seperti yang dikatakan orang-orang, dia akan mengetahui apa yang aku khayalkan dalam diriku’. Kemudian aku mulai mengkhayalkan peristiwa yang tidak biasanya terjadi. Aku berkata dalam hati, ‘Aku ingin ketika beliau masuk dan aku mengucapkan salam kepada beliau, maka beliau tidak akan menjawab salamku dan membuang muka. Kemudian beliau akan berkata kepada pelayannya, bawakan kepada kami kurma sebanyak satu qir’ah dan sayur mayur sebanyak 2 daniq untuk orang ini, tidak lebih dan tidak kurang’. Dan aku mengkhayalkan lagi, ketika kurma tersebut beradadi tangan beliau, makan beliau akan memakaikan thaqiah (semacam topi) sebelum aku melakukan hal tersebut, kemudian beliau menjawab salamku”.
Setelah itu aku berangkat mendatangi madrasahnya dan mendapati beliau sedang duduk di mihrab. Saat beliau memandangku, terbetik dalam hatiku bahwa beliau mengatahui apa yang ada di dalam hatiku. Akupun mengucapkan salam dan beliau tidak membalasnyamalah memalingkan wajahnya dariku dan berkata kepada pelayannya, ‘bawakan kepadaku kurma sebanyak satu qir’ah dan sayur mayur sebanyak dua daniq untuk orang ini tidak kurang dan tidak lebih’. Ketika pelayannya datang membawakan apa yang beliau minta, beliau mengambil thaqiahku dan mengisinya dengan kurma dan sayur mayur kemudian mengenakannya di kepalaku lalu menjawab salamku. Setelah itu beliau berkata, ‘inikah semua yang engkau inginkan ?’. sejak saat itu aku menimba ilmu dari beliau dan mengambil hadits dari beliau.
Syaikh Badi’uddin Abu Abbas Ahmad bin Ahmad Al-Bandanijji berkata, “Suatu ketika aku dan Syaikh Jamaluddin Al-Jauzi manghadiri majlisnya. Seorang qari’ membacakan sebuah ayat dan kemudian sang Syaikh memberikan tafsir atas ayat tersebut. Aku berkata kepada Syaikh jamaluddin “Apakah engkau telah mengetahui tafsir ayat ini ?” ‘Ya’ Jawabnya. Kemudian beliau menyebutkan 11 tafsir atas ayat tersebut dan setiap kali aku bertanya kepada Syaikh Jamaluddin apakah dia telah mengetahui tafsir tersebut, maka beliau selalu menjawab’Ya’. Setelah itu Syaikh Abdul Qadir menyebutkan tafsir lainnya hingga mencapai 40 tafsir atas ayat tersebut sambil menyebutkan sumbernya dan tak satupun dari tafsiran tersebut yang diketahui oleh Syaikh Jamaluddin. Hal tersebut membuatnya sangat takjub dengan keluasan ilmu Syaikh Abdul Qadir. Kemudian ia berkata, ‘Mari kita tinggalkan berkata-kata dan kembali kepada kondisi Laa Ilaaha illaLlaah MuhammadarrasuuluLlah’. Orang-orangpun gempar dan Syaikh Jamaluddin menyobek-sobek pakaiannya.”
Muhammad bin Husain Al-Maushuli berkata, “Aku pernah mendengar dari ayahku bahwa Syaikh Abdul Qadir mengajarkan 13 cabang keilmuandalam majlisnya. Beliau mengingat adanya pelajaran dari madzhab dan pelajaran antar madzhab. Pada siang hari beliau mengajar tafsir, fiqih mazhab Hanbali, perbandingan mazhab, ushul dan nahwu. Setelah dzuhur beliau membaca Al-Qur’an dengan berbagai qira’at.
Umar Al-Bazaar berkata, “permohonan berbagai fatwa datang kepada beliau dari Iraq dan dari luar Iraq. Akmi tidak pernah melihat beliau mendiamkan permintaan fatwa yang datang kepada beliau atau memikirkannya. Beliau langsung menulis fatwa yang diminta setelah membaca kasusnya. Beliau mengeluarkan fatwa berdasarkan mazhab dua Imam yaitu Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal. Dan ketiak fatwanya disebarkan, para ulama Iraq terkagum-kagum dengan kecepatan beliau menjawab persoalan yang diajukan. Mereka yang menekuni cabang-cabang keilmuan syari’ah pun menjadikan beliau sebagai rujukan”.
Syaikh Abdurrazaq berkata, “Sebuah persoalan datang dari luar Iraq dan tak seorangpun ulama Iraq yang mampu memberikan jawaban yang memuaskan. Persoalan yang berkenaan dengan sumpah seorang pria yang mengharuskan dia melakukan ibadah yang hanya dilakukannya sendiri ketika melaksanakannya. Ketika persoalan tersebut sampai ke tangan ayahku, beliau menulis agar orang tersebut mendatangi makkah, mengosongkan tempat tawaf dan melakukan thawaf. Maka gugurlah sumpahnya. Malam itu pula yang meminta fatwa langsung emninggalkan Baghdad menuju Makkah.
Muhammad bin Abi Abbas Al-Khidr Al-husaini Al-Maushuli meriwayatkan bahwa ia pernah mendengar ayahnya berkata, “Tahun 551 H dalam tidur aku bermimpi para Syaikh besar berkumpul di suatu tempat yang luas di madrasah Syaikh Abdul Qadir. Diantara mereka ada yang hanya mengenakan serban, ada pula yang mengenakan serban dan selendang di atasnya, ada pula yang mengenakan dua selendang di atasnya. Dan di atas lilitan serban Syaikh, terdapat tiga helai selendang. Dalam mimpi tersebut aku memikirrkan makna tiga helai selendang tersebut. Ketika aku bangun aku menemukan jawabannya, sehelai selendang merupakan penghormatan terhadap ilmu syari’at, helai lainnya merupakan penghormatan terhadap ilmu hakikat, dan helai terakhir merupakan penghormatan untuk beliau”,
Syaikh Abu Barakat Shakr bin Shakr bin Musafir menyatakan bahwa setiap wali pada zamannya disumpah untuk tidak menceritakan kondisi spiritualnya baik zahir maupun bathin kecuali atas ijinNya. Beliau adalah yang dianugerahi ijin untuk berbicara di hadapan Allah dengan izin-Nya. Dan beliau adalah orang yang diberi otoritas untuk berinteraksi dengan alam setelah meninggal dunia maupun sebelum beliau meninggal dunia.
Syaikh Ali bin Al-Hitti berkata,”aku dan Syaikh Baqa bin Bathu’ bersama Syaikh Abdul Qadir menziarahi makam Imam Ahmad bin Hanbal. Aku menyaksikan beliau keluar dari kuburnya, memeluk Syaikh Abdul Qadir, mengenakan jubah kepada beliau seraya berkata, ‘’ Syaikh Abdul Qadir, orang-orang akan merujuk kepadamu dalam ilmu syariah, hakikah dan tasawuf’”.
Di lain riwayat beliau berkata, “Aku dan Syaikh Abdul Qadir mengunjungi makam Syaikh Ma’ruf Al-Kharqi RA . setibanya di makam, beliau berkata, Assalamu’alaika Yaa Syaikh Ma’ruuf Al Kharqi “. Dari dalam kubur terdengar suara , ‘Wa alaika salam Yaa Ahli zamannya’”./
Abu Nadzar bin Umar Al-Baghdadi Al-Mutsanna yang dijuluki dengan Ash-Shahrawi menyatakan bahwa ia pernah mendengar ayahnya berkata, “Pada suatu ketika aku memanggil bangsa Jin. Para jin tersebut menjawab panggilanku lebih lamban dari pada biasanya dan mereka berkata kepadaku, ‘Jangan lagi engkau memanggil kami saat Syaikh Abdul Qadir memberikan ceramah’.
‘Apa sebabnya ?’
‘Kami juga menhhadirinya’
‘Kalian juga menghadirinya ?’ tanyaku.
‘Yaa, bahkan jumlah kami dalam majlis beliau jauh lebih banyak daripada manusia yang hadir. Di tangan beliau banyak diantara kami bertobat dan masuk islam’. Jawab sang jin.
Syaikh Abu Faraj Ad-Daurabah, Syaikh Abdul Karim Al Atsari, Syaikh Yahya Ash-Sharshari dan Syaikh Ali bin Muhammad As-Sahrabati meriwayatkan saat mereka berada di bersama Syaikh Idris Al-Ya’qubi tahun 610 H, datanglah Syaikh ‘Umar Al-Muridiyang idkenal dengan nama Turbadah.
“Ceritakan kepada kami apa yang engkau lihat”. Pinta Syaikh Ali bin Idris.
“Dalam tidur aku bermimpi bahwa kiyamat telah terjadi dan para Nabi telah bangun dengan para pengikutnya. Di antara mereka ada yang hanya di ikuti oleh seorang atau dua orang pengikut saja. Kemudian munculah RasuluLlah SAW dengan umatnya yang bagaikan rantai tanpa ujung bak malam karena banyaknya. Di antara umatnya terdapat para Syaikh dan para pengikut mereka dengan berbagai sinar yang membedakan antara satu dengan yang lain. Lalu munculah seorang pria dengan pengikut terbanyak diantara para Syaikh lainnya. Sebuah suara berkata, “inilah Syaikh Abdul Qadir dan para pengikutnya. Akupun datang dan menemuinya dan berkata, ‘Tuanku, tidak ada seorang Syaikh pun yang melebihimu. Tidak pula kualitas pengikut mereka dapat melebihi kualitas pengikutmu’. Lalu aku melantunkan sebuah sya’ir dan terbangun dan mendapati diriku telah menghafalnya.”
Al-Hafid bin Najjar neriwayatkan bahwa Syaikh Abu Futuh Ahmad berkata, “Aku meminta ijin kepada kakekku (menteri pada waktu itu) untuk pergi menghadiri majlis Syaikh Abdul Qadir . beliau mengijinkanku dan membekaliku dengan emas seraya berpesan agar aku memberikan emas tersebut kepada sang Syaikh dan menyampaikan salam darinya kepada sang Syaikh. Usai majlis tersebut aku menyampaikan salam kepadanya namun aku merasa tidak nyaman untuk memberikan emas tersebut kepadanya di hadapan orang banyak. ‘jika Syaikh masuk ke ruangannya, aku akan masuk dan memberikan emas ini kepadanya’. Pikirku. Namun beliau berkata kepadaku, “berikan apa yang ada bersamamu dan jangan pedulikan orang-orang ini serta sampaikan salamku kepada sang menteri”. Akupun pulang dengan perasaan takjub.
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa sang Syaikh berkata kepadanya, ‘Pegang emas yang ada pada dirimu dan jangan pedulikan orang-orang, tidak perlu engkau berniat berziarah kepadaku. Kemudian sampaikan salamku kepada kakekmu sang menteri dan katakan kepadanya, ‘Abdul Qadir tidak membutuhkan apa yang engkau kirimkan, kembalikan saja kepada yang berhak menerimanya’”. Dan akupun pulang dengan perasaan takjub.
Syaikh Najmuddin Abu Abbas Ahmad bin Abi Hasan Al-bathiahi meriwayatkan bahwa beliau pernah mendengar bahwa Syaikh Ibrahim AL-‘Azab berkata, “Syaikh Abdul Qadir adalah Tuan kami, Syaikh golongan hakikat dan imam golongan shiddiq, hujja golongan ‘ariif, dan teladan bagi golongan salik kepada Allah RadhiyaLlaahu ‘Anhum Ajma’iin.
Syaikh Abu Barakat Ash-Shuhrawardi meriwayatkan bahwa beliau pernah mendengar Syaikh Abdul Qadir melantunkan sya’ir di bawah ini saat duduk di kursinya di bab Al-Azji :
Bukankah suatu kemalangan bila malamku lewat tanpa manfaat dan Engkau catat sebagai bagian dari umurku…
Al-Hafidz Ibnu Najjar berkata, “Syaikh Abdullah AL-Jaba’i mengirimkan surat kepadaku. Dia berkata kepadaku, ‘Syaikh Abdul Qadir pernah berkata, “dunia adalah sesuatu yang menyibukkan dan akhirat adalah sesuatu yang menakutkan. Seorang hamba akan selalu berada di antara keduanya sampai ia memutuskan yang mana yang akan diambil. Surga atau neraka’”.
Dalam suatu kesempatan di majlisnya beliau berkata, “sesuatu yang pertama kali muncul di dalam hati seorang mukmin adalah bintang hikmah kemudian bulan ilmu dan selanjutnya adalah matahari ma’rifah. Dengan sinar bintang hikmah orang tersebut akan melihat dunia. Dan dengan sinar bulan ilmu orang akan melihat akhirat. Dan dengan sinar matahari ma’rifah seseorang akan melihat Al-Mawla (Allah).
Beliau juga pernah berkata, “Para wali adalah pengantin Allah dan hanya isteri mereka yang ditampakkan kepada mereka”.

Pada suatu ketika ada orang yang bertanya kepada beliau tentang doa, maka beliau berkata, “Do’a dibagi dalam 3 derajad, Ta’ridh (terus terang), tashrih (jelas), dan isyarah (isyarat). Tashrih adalah doa yang dilafadzkan. Sedangkan Ta’ridh adalah do’a di dalam doa. Sedangkan isyarah adalah, perkataan tersembunyi yang ada di dalam perkataan. Sedangkan isyarah adalah terdapat dalam perbuatan yang tersembunyi”.

Contoh dari ta’ridh adalah sabda RasuluLlah SAW, “Jangan pernah engkau serahkan pengurusan diri kami kepada kami. Sedangkan isyarah adalah seperti perkatanaan Nabi Ibrahim AS “Tuhanku, tunjukkan kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan yang mati’. Di dalamnya terdapat isyarat permohonan melihat. Adapun derajad tashrih semisal perkataan Musa AS, “Tuhanku, biarkan aku melihatMu”.

Diriwayatkan dari Syaikh Abdurrazaq bin Syaikh Abdul Qadir, beliau berkata, diantara doa ayahku adalah “Yaa Allah aku berlindung dari direndahkan dengan wushulku kepadaMu, dari dicampakkannya diriku dengan kedekatanMu, dari ditolaknya diriku dari penerimaanMu terhadap diriku, dan jadikanlah kami termasuk mereka yang taat dan cinta kepadaMu, dan anugerahkanlah kepada kami rasa syukur dan terimakasih kepadaMu wahai Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang”.

Diantara doa beliau adalah “Yaa Allah kami mohon kepadamu iman yang layak untuk dipersembahkan kepadaMu, keyakinan yang dapat menjadi tempat kami bersandar di hadapanMu pada hari kiyamat, pengampunan yang dapat menyalamatkan diri kami dari belitan dosa, rahmat yang dapat mensucikan kami dari karatnya aib, ilmu yang dapat kami pergunakan untuk memahami perintah dan laranganMu, pemahaman yang dapat menjadikan kami paham bagaimana kami memohon kepadaMu. Jadikanlah kami diantara para waliMu di dunia dan di akhirat. Penuhilah kalbu kami dengan sinar ma’rifahMu, sifatilah mata hati kami dengan celak hidayahMu, jagalah kaki pikiran kami agar tidak tergelincir dalam syubhat dan cegahlah burung jiwa kami untuk tidak berpacu memuaskan syahwat. Hapuskanlah tabir kejelekan kami dengan lembar kebaikan kami melalui tangan – tangan kebajikan. Jadikanlah harum amal perbuatan kami saat pengharapan pputus dari kami, saat penduduk yang mulia memalingkan wajahnya dari kami, saat kami berada dalam kegelapan liang lahat hingga hari kiyamat. Aliran apa yang Engkau cintai melalui hambaMu yang lemah ini dan lindungi dia dari ketergelinciran, dan tuntunlah ia dan semua yang hadir kepada perbuatan dan perkataan yang baik. Alirkanlah melalui lidahnya yang bermanfaat bagi yang mendengarkan, yang meneteskan air mata, yang melembutkan kalbu. Ampunilah ia dan orang-orang yang hadir serta seluruh muslim”.

Diriwayatkan bahwa setiap kali sang Syaikh menutup majlisnya, beliau selalu mengucapkan ,”Semoga Allah menjadikan kami dan anda sekalian diantara mereka yang mendapatkan perhatianNya karena khidmahnya, yang dihapuskan darinya dunia dan yang di ingatkan akan hari akhirnya dan yang mengikuti rejak para saleh. Sesungguhnya Dia berkuasa atas semua itu dan kuasa mewujudkannya wahai Tuhan Sekalian Alam”
Sulthanul Auliya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani Rahimahullah, (bernama lengkap Muhyi al Din Abu Muhammad Abdul Qadir ibn Abi Shalih Al-Jailani). Lahir di Jailan atau Kailan tahun 470 H/1077 M kota Baghdad sehingga di akhir nama beliau ditambahkan kata al Jailani atau al Kailani. Biografi beliau dimuat dalam Kitab Adz Dzail 'Ala Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab al Hambali. Ia wafat pada hari Sabtu malam, setelah magrib, pada tanggal 9 Rabiul akhir di daerah Babul Azajwafat di Baghdad pada 561 H/1166 M. Bila dirunut ke atas dari nasabnya, beliau masih keturunan Rasulallah Muhammad SAW dari Hasan bin Ali ra, yaitu Abu Shalih Sayidi Muhammad Abdul Qadir bin Musa bin Abdullah bin Yahya Az-zahid bin Muhammad bin Dawud bin Musa Al-Jun bin Abdullah Al-Mahdi bin Hasan Al-Mutsana bin Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra.

Masa Muda
Dalam usia 8 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095 M. Karena tidak diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah Baghdad, yang waktu itu dipimpin Ahmad al Ghazali, yang menggantikan saudaranya Abu Hamid al Ghazali. Di Baghdad beliau belajar kepada beberapa orang ulama seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthat, Abul Husein al Farra' dan juga Abu Sa'ad al Muharrimi. Belaiu menimba ilmu pada ulama-ulama tersebut hingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama. Dengan kemampuan itu, Abu Sa'ad al Mukharrimi yang membangun sekolah kecil-kecilan di daerah Babul Azaj menyerahkan pengelolaan sekolah itu sepenuhnya kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani. Ia mengelola sekolah ini dengan sungguh-sungguh. Bermukim di sana sambil memberikan nasehat kepada orang-orang di sekitar sekolah tersebut. Banyak orang yang bertaubat setelah mendengar nasehat beliau. Banyak pula orang yang bersimpati kepada beliau, lalu datang menimba ilmu di sekolah beliau hingga sekolah itu tidak mampu menampung lagi.

Murid-Murid
Murid-murid beliau banyak yang menjadi ulama terkenal, seperti al Hafidz Abdul Ghani yang menyusun kitab Umdatul Ahkam Fi Kalami Khairil Anam, Syeikh Qudamah, penyusun kitab fiqh terkenal al Mughni.

Perkataan Ulama tentang Beliau
Syeikh Ibnu Qudamah sempat tinggal bersama beliau selama satu bulan sembilan hari. Kesempatan ini digunakan untuk belajar kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani sampai beliau meninggal dunia. (Siyar A'lamin Nubala XX/442).

Syeikh Ibnu Qudamah ketika ditanya tentang Syeikh Abdul Qadir menjawab, "Kami sempat berjumpa dengan beliau di akhir masa kehidupannya. Ia menempatkan kami di sekolahnya. Ia sangat perhatian terhadap kami. Kadang beliau mengutus putra beliau yang bernama Yahya untuk menyalakan lampu buat kami. Ia senantiasa menjadi imam dalam shalat fardhu."

Beliau adalah seorang yang berilmu, beraqidah Ahlu Sunnah, dan mengikuti jalan Salaf al Shalih. Belaiau dikenal pula banyak memiliki karamah. Tetapi, banyak (pula) orang yang membuat-buat kedustaan atas nama beliau. Kedustaan itu baik berupa kisah-kisah, perkataan-perkataan, ajaran-ajaran, tariqah (tarekat/jalan) yang berbeda dengan jalan Rasulullah, para sahabatnya, dan lainnya. Di antaranya dapat diketahui dari pendapat Imam Ibnu Rajab.

Tentang Karamahnya
Syeikh Abdul Qadir al Jailani adalah seorang yang diagungkan pada masanya. Diagungkan oleh para syeikh, ulama, dan ahli zuhud. Ia banyak memiliki keutamaan dan karamah. Tetapi, ada seorang yang bernama al Muqri' Abul Hasan asy Syathnufi al Mishri (nama lengkapnya adalah Ali Ibnu Yusuf bin Jarir al Lakhmi asy Syathnufi) yang mengumpulkan kisah-kisah dan keutamaan-keutamaan Syeikh Abdul Qadir al Jailani dalam tiga jilid kitab. Al Muqri' lahir di Kairo tahun 640 H, meninggal tahun 713 H. Dia dituduh berdusta dan tidak bertemu dengan Syeikh Abdul Qadir al Jailani. Dia telah menulis perkara-perkara yang aneh dan besar (kebohongannya).

"Cukuplah seorang itu berdusta, jika dia menceritakan yang dia dengar", demikian kata Imam Ibnu Rajab. "Aku telah melihat sebagian kitab ini, tetapi hatiku tidak tentram untuk berpegang dengannya, sehingga aku tidak meriwayatkan apa yang ada di dalamnya. Kecuali kisah-kisah yang telah masyhur dan terkenal dari selain kitab ini. Karena kitab ini banyak berisi riwayat dari orang-orang yang tidak dikenal. Juga terdapat perkara-perkara yang jauh dari agama dan akal, kesesatan-kesesatan, dakwaan-dakwaan dan perkataan yang batil tidak berbatas, seperti kisah Syeikh Abdul Qadir menghidupkan ayam yang telah mati, dan sebagainya. Semua itu tidak pantas dinisbatkan kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani rahimahullah."

Kemudian didapatkan pula bahwa al Kamal Ja'far al Adfwi (nama lengkapnya Ja'far bin Tsa'lab bin Ja'far bin Ali bin Muthahhar bin Naufal al Adfawi), seorang ulama bermadzhab Syafi'i. Ia dilahirkan pada pertengahan bulan Sya'ban tahun 685 H dan wafat tahun 748 H di Kairo. Biografi beliau dimuat oleh al Hafidz di dalam kitab Ad Durarul Kaminah, biografi nomor 1452. al Kamal menyebutkan bahwa asy Syathnufi sendiri tertuduh berdusta atas kisah-kisah yang diriwayatkannya dalam kitab ini.(Dinukil dari kitab At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah as Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa'dah 1415 H / 8 April 1995 M.).

Karya
Imam Ibnu Rajab juga berkata, "Syeikh Abdul Qadir al Jailani Rahimahullah memiliki pemahaman yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat Allah, takdir, dan ilmu-ilmu ma'rifat yang sesuai dengan sunnah."

Karya beliau, antara lain :
al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq,
Futuhul Ghaib.

Murid-muridnya mengumpulkan ihwal yang berkaitan dengan nasehat dari majelis-majelis beliau. Dalam masalah-masalah sifat, takdir dan lainnya, ia berpegang dengan sunnah. Ia membantah dengan keras terhadap orang-orang yang menyelisihi sunnah.

Beberapa Ajaran Beliau
Sam'ani berkata, " Syeikh Abdul Qadir Al Jailani adalah penduduk kota Jailan. Ia seorang Imam bermadzhab Hambali. Menjadi guru besar madzhab ini pada masa hidup beliau." Imam Adz Dzahabi menyebutkan biografi Syeikh Abdul Qadir Al Jailani dalam Siyar A'lamin Nubala, dan menukilkan perkataan Syeikh sebagai berikut,"Lebih dari lima ratus orang masuk Islam lewat tanganku, dan lebih dari seratus ribu orang telah bertaubat."

Imam Adz Dzahabi menukilkan perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan Syeikh Abdul Qadir yang aneh-aneh sehingga memberikan kesan seakan-akan beliau mengetahui hal-hal yang ghaib. Kemudian mengakhiri perkataan, "Intinya Syeikh Abdul Qadir memiliki kedudukan yang agung. Tetapi terdapat kritikan-kritikan terhadap sebagian perkataannya dan Allah menjanjikan (ampunan atas kesalahan-kesalahan orang beriman ). Namun sebagian perkataannya merupakan kedustaan atas nama beliau."( Siyar XX/451 ). Imam Adz Dzahabi juga berkata, " Tidak ada seorangpun para kibar masyasyeikh yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat, selain Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak di antara riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada yang mustahil terjadi".

Syeikh Rabi' bin Hadi Al Madkhali berkata dalam kitabnya, Al Haddul Fashil,hal.136, " Aku telah mendapatkan aqidah beliau ( Syeikh Abdul Qadir Al Jaelani ) di dalam kitabnya yang bernama Al Ghunyah. (Lihat kitab Al-Ghunyah I/83-94) Maka aku mengetahui bahwa dia sebagai seorang Salafi. Ia menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah dan aqidah-aqidah lainnya di atas manhaj Salaf. Ia juga membantah kelompok-kelompok Syi'ah, Rafidhah, Jahmiyyah, Jabariyyah, Salimiyah, dan kelompok lainnya dengan manhaj Salaf." (At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah As Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa'dah 1415 H / 8 April 1995 M.)

Inilah tentang beliau secara ringkas. Seorang 'alim Salafi, Sunni, tetapi banyak orang yang menyanjung dan membuat kedustaan atas nama beliau. Sedangkan beliau berlepas diri dari semua kebohongan itu. Wallahu a'lam bishshawwab.

Awal Kemasyhuran
Al-Jaba'i berkata bahwa Syeikh Abdul Qadir pernah berkata kepadanya, "Tidur dan bangunku sudah diatur. Pada suatu saat dalam dadaku timbul keinginan yang kuat untuk berbicara. Begitu kuatnya sampai aku merasa tercekik jika tidak berbicara. Dan ketika berbicara, aku tidak dapat menghentikannya. Pada saat itu ada dua atau tiga orang yang mendengarkan perkataanku. Kemudian mereka mengabarkan apa yang aku ucapkan kepada orang-orang, dan merekapun berduyun-duyun mendatangiku di masjid Bab Al-Halbah. Karena tidak memungkinkan lagi, aku dipindahkan ke tengah kota dan dikelilingi dengan lampu. Orang-orang tetap datang di malam hari dengan membawa lilin dan obor hingga memenuhi tempat tersebut. Kemudian, aku dibawa ke luar kota dan ditempatkan di sebuah mushalla. Namun, orang-orang tetap datang kepadaku, dengan mengendarai kuda, unta bahkan keledai dan menempati tempat di sekelilingku. Saat itu hadir sekitar 70 orang para wali radhiallahu 'anhum.

Kemudian, Syeikh Abdul Qadir melanjutkan, "Aku melihat Rasulallah SAW sebelum dzuhur, beliau berkata kepadaku, "anakku, mengapa engkau tidak berbicara?". Aku menjawab, "Ayahku, bagaimana aku yang non arab ini berbicara di depan orang-orang fasih dari Baghdad?". Ia berkata, "buka mulutmu". Lalu, beliau meniup 7 kali ke dalam mulutku kemudian berkata, "bicaralah dan ajak mereka ke jalan Allah dengan hikmah dan peringatan yang baik". Setelah itu, aku shalat dzuhur dan duduk serta mendapati jumlah yang sangat luar biasa banyaknya sehingga membuatku gemetar. Kemudian aku melihat Ali r.a. datang dan berkata, "buka mulutmu". Ia lalu meniup 6 kali ke dalam mulutku dan ketika aku bertanya kepadanya mengapa beliau tidak meniup 7 kali seperti yang dilakukan Rasulallah SAW, beliau menjawab bahwa beliau melakukan itu karena rasa hormat beliau kepada Rasulallah SAW. Kemudian, aku berkata, "Pikiran, sang penyelam yang mencari mutiara ma'rifah dengan menyelami laut hati, mencampakkannya ke pantai dada , dilelang oleh lidah sang calo, kemudian dibeli dengan permata ketaatan dalam rumah yang diizinkan Allah untuk diangkat". Ia kemudian menyitir, "Dan untuk wanita seperti Laila, seorang pria dapat membunuh dirinya dan menjadikan maut dan siksaan sebagai sesuatu yang manis."

Dalam beberapa manuskrip didapatkan bahwa Syeikh Abdul Qadir berkata, "Sebuah suara berkata kepadaku saat aku berada di pengasingan diri, "kembali ke Baghdad dan ceramahilah orang-orang". Aku pun ke Baghdad dan menemukan para penduduknya dalam kondisi yang tidak aku sukai dan karena itulah aku tidak jadi mengikuti mereka". "Sesungguhnya" kata suara tersebut, "Mereka akan mendapatkan manfaat dari keberadaan dirimu". "Apa hubungan mereka dengan keselamatan agamaku/keyakinanku" tanyaku. "Kembali (ke Baghdad) dan engkau akan mendapatkan keselamatan agamamu" jawab suara itu.

Aku pun membuat 70 perjanjian dengan Allah. Di antaranya adalah tidak ada seorang pun yang menentangku dan tidak ada seorang muridku yang meninggal kecuali dalam keadaan bertaubat. Setelah itu, aku kembali ke Baghdad dan mulai berceramah.

Beberapa Kejadian Penting
Suatu ketika, saat aku berceramah aku melihat sebuah cahaya terang benderang mendatangi aku. "Apa ini dan ada apa?" tanyaku. "Rasulallah SAW akan datang menemuimu untuk memberikan selamat" jawab sebuah suara. Sinar tersebut semakin membesar dan aku mulai masuk dalam kondisi spiritual yang membuatku setengah sadar. Lalu, aku melihat Rasulallah SAW di depan mimbar, mengambang di udara dan memanggilku, "Wahai Abdul Qadir". Begitu gembiranya aku dengan kedatangan Rasalullah SAW, aku melangkah naik ke udara menghampirinya. Ia meniup ke dalam mulutku 7 kali. Kemudian Ali datang dan meniup ke dalam mulutku 3 kali. "Mengapa engkau tidak melakukan seperti yang dilakukan Rasulallah SAW?" tanyaku kepadanya. "Sebagai rasa hormatku kepada Rasalullah SAW" jawab beliau.

Rasulallah SAW kemudian memakaikan jubah kehormatan kepadaku. "apa ini?" tanyaku. "Ini" jawab Rasulallah, "adalah jubah kewalianmu dan dikhususkan kepada orang-orang yang mendapat derajad Qutb dalam jenjang kewalian". Setelah itu, aku pun tercerahkan dan mulai berceramah.

Saat Nabi Khidir As. Datang hendak mengujiku dengan ujian yang diberikan kepada para wali sebelumku, Allah membukakan rahasianya dan apa yang akan dikatakannya kepadaku. Aku berkata kepadanya, "Wahai Khidir, apabila engkau berkata kepadaku, "Engkau tidak akan sabar kepadaku", aku akan berkata kepadamu, "Engkau tidak akan sabar kepadaku". "Wahai Khidir, Engkau termasuk golongan Israel sedangkan aku termasuk golongan Muhammad, inilah aku dan engkau. Aku dan engkau seperti sebuah bola dan lapangan, yang ini Muhammad dan yang ini ar Rahman, ini kuda berpelana, busur terentang dan pedang terhunus."

Al-Khattab pelayan Syeikh Abdul Qadir meriwayatkan bahwa suatu hari ketika beliau sedang berceramah tiba-tiba beliau berjalan naik ke udara dan berkata, "Hai orang Israel, dengarkan apa yang dikatakan oleh kaum Muhammad" lalu kembali ke tempatnya. Saat ditanya mengenai hal tersebut beliau menjawab, "Tadi Abu Abbas Al-Khidir As lewat dan aku pun berbicara kepadanya seperti yang kalian dengar tadi dan ia berhenti".

Hubungan Guru dan Murid
Guru dan teladan kita Syeikh Abdul Qadir berkata, "Seorang Syeikh tidak dapat dikatakan mencapai puncak spiritual kecuali apabila 12 karakter berikut ini telah mendarah daging dalam dirinya.

Dua karakter dari Allah yaitu dia menjadi seorang yang sattar (menutup aib) dan ghaffar (pemaaf).
Dua karakter dari Rasulullah SAW yaitu penyayang dan lembut.
Dua karakter dari Abu Bakar yaitu jujur dan dapat dipercaya.
Dua karakter dari Umar yaitu amar ma'ruf nahi munkar.
Dua karakter dari Utsman yaitu dermawan dan bangun (tahajjud) pada waktu orang lain sedang tidur.
Dua karakter dari Ali yaitu alim (cerdas/intelek) dan pemberani.

Masih berkenaan dengan pembicaraan di atas dalam bait syair yang dinisbatkan kepada beliau dikatakan:

Bila lima perkara tidak terdapat dalam diri seorang syeikh maka ia adalah Dajjal yang mengajak kepada kesesatan.

Dia harus sangat mengetahui hukum-hukum syariat dzahir, mencari ilmu hakikah dari sumbernya, hormat dan ramah kepada tamu, lemah lembut kepada si miskin, mengawasi para muridnya sedang ia selalu merasa diawasi oleh Allah.

Syeikh Abdul Qadir juga menyatakan bahwa Syeikh al Junaid mengajarkan standar al Quran dan Sunnah kepada kita untuk menilai seorang syeikh. Apabila ia tidak hafal al Quran, tidak menulis dan menghafal Hadits, dia tidak pantas untuk diikuti.

Menurut saya (penulis buku) yang harus dimiliki seorang syeikh ketika mendidik seseorang adalah dia menerima si murid untuk Allah, bukan untuk dirinya atau alasan lainnya. Selalu menasihati muridnya, mengawasi muridnya dengan pandangan kasih. Lemah lembut kepada muridnya saat sang murid tidak mampu menyelesaikan riyadhah. Dia juga harus mendidik si murid bagaikan anak sendiri dan orang tua penuh dengan kasih dan kelemahlembutan dalam mendidik anaknya. Oleh karena itu, dia selalu memberikan yang paling mudah kepada si murid dan tidak membebaninya dengan sesuatu yang tidak mampu dilakukannya. Dan setelah sang murid bersumpah untuk bertobat dan selalu taat kepada Allah baru sang syaikh memberikan yang lebih berat kepadanya. Sesungguhnya bai'at bersumber dari hadits Rasulullah SAW ketika beliau mengambil bai'at para sahabatnya.

Kemudian dia harus mentalqin si murid dengan zikir lengkap dengan silsilahnya. Sesungguhnya Ali ra. bertanya kepada Rasulallah SAW, "Wahai Rasulallah, jalan manakah yang terdekat untuk sampai kepada Allah, paling mudah bagi hambanya dan paling afdhal di sisi-Nya. Rasulallah berkata, "Ali, hendaknya jangan putus berzikir (mengingat) kepada Allah dalam khalwat (kontemplasinya)". Kemudian, Ali ra. kembali berkata, "Hanya demikiankah fadhilah zikir, sedangkan semua orang berzikir". Rasulullah berkata, "Tidak hanya itu wahai Ali, kiamat tidak akan terjadi di muka bumi ini selama masih ada orang yang mengucapkan 'Allah', 'Allah'. "Bagaimana aku berzikir?" tanya Ali. Rasulallah bersabda, "Dengarkan apa yang aku ucapkan. Aku akan mengucapkannya sebanyak tiga kali dan aku akan mendengarkan engkau mengulanginya sebanyak tiga kali pula". Lalu, Rasulallah berkata, "Laa Ilaaha Illallah" sebanyak tiga kali dengan mata terpejam dan suara keras. Ucapan tersebut di ulang oleh Ali dengan cara yang sama seperti yang Rasulullah lakukan. Inilah asal talqin kalimat Laa Ilaaha Illallah. Semoga Allah memberikan taufiknya kepada kita dengan kalimat tersebut.

Syeikh Abdul Qadir berkata, "Kalimat tauhid akan sulit hadir pada seorang individu yang belum di talqin dengan zikir bersilsilah kepada Rasullullah oleh mursyidnya saat menghadapi sakaratul maut".

Karena itulah Syeikh Abdul Qadir selalu mengulang-ulang syair yang berbunyi: Wahai yang enak diulang dan diucapkan (kalimat tauhid) jangan engkau lupakan aku saat perpisahan (maut).

Lain-Lain
Kesimpulannya beliau adalah seorang 'ulama besar. Apabila sekarang ini banyak kaum muslimin menyanjung-nyanjungnya dan mencintainya, maka itu adalah suatu kewajaran. Bahkan suatu keharusan. Akan tetapi kalau meninggi-ninggikan derajat beliau di atas Rasulullah shollallahu'alaihi wasalam, maka hal ini merupakan kekeliruan yang fatal. Karena Rasulullah shollallahu 'alaihi wasalam adalah rasul yang paling mulia di antara para nabi dan rasul. Derajatnya tidak akan terkalahkan di sisi Allah oleh manusia manapun. Adapun sebagian kaum muslimin yang menjadikan Syeikh Abdul Qadir sebagai wasilah (perantara) dalam do'a mereka, berkeyakinan bahwa do'a seseorang tidak akan dikabulkan oleh Allah, kecuali dengan perantaranya. Ini juga merupakan kesesatan. Menjadikan orang yang meninggal sebagai perantara, maka tidak ada syari'atnya dan ini diharamkan. Apalagi kalau ada orang yang berdo'a kepada beliau. Ini adalah sebuah kesyirikan besar. Sebab do'a merupakan salah satu bentuk ibadah yang tidak diberikan kepada selain Allah. Allah melarang mahluknya berdo'a kepada selain Allah. "Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. (QS. Al-Jin: 18)"

Jadi sudah menjadi keharusan bagi setiap muslim untuk memperlakukan para 'ulama dengan sebaik mungkin, namun tetap dalam batas-batas yang telah ditetapkan syari'ah. Akhirnya mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan petunjuk kepada kita sehingga tidak tersesat dalam kehidupan yang penuh dengan fitnah ini.

Pada tahun 521 H/1127 M, dia mengajar dan berfatwa dalam semua madzhab pada masyarakat sampai dikenal masyarakat luas. Selama 25 tahun Syeikh Abdul Qadir menghabiskan waktunya sebagai pengembara sufi di Padang Pasir Iraq dan akhirnya dikenal oleh dunia sebagai tokoh sufi besar dunia Islam. Selain itu dia memimpin madrasah dan ribath di Baghdad yang didirikan sejak 521 H sampai wafatnya di tahun 561 H. Madrasah itu tetap bertahan dengan dipimpin anaknya Abdul Wahab (552-593 H/1151-1196 M), diteruskan anaknya Abdul Salam (611 H/1214 M). Juga dipimpin anak kedua Syeikh Abdul Qadir, Abdul Razaq (528-603 H/1134-1206 M), sampai hancurnya Baghdad pada tahun 656 H/1258 M.

Syeikh Abdul Qadir juga dikenal sebagai pendiri sekaligus penyebar salah satu tarekat terbesar didunia bernama Tarekat Qodiriyah.


M@M@h YUniawati....... Powered by Blogger.
  1. Menyesali sedalam-dalamnya tindakan dimasa lalu yang keliru, yang tidak bermanfaat dan tidak baik, dan mengembalikan harta orang yang telah diambil secara aniaya. Jika tidak bias mengembalikannya maka mintalah kerelaan dari sang empunya agar menjadi halal (analasa anebataken lampah kang karuhun, kang tanpa gawe, kang tanpa yukti, lawan arep angulihaken artaning wong kinaniaya. Yen tan kawasa angulihaken palampahana halal rewanging asawala, mangkadi i kang linaran atine abcik yang pasunga halal).
Design Downloaded from Free Blogger Templates | Free Website Templates